Friday, 10 April 2015

Tutuplah Panca Indramu, Sucikan Hatimu Dan Pikiranmu

Pikiran merupakan titik pusat bagi roda kehidupan, suatu titik sumber dari segala kegiatan duniawi. Agar dapat menembus titik pusat ini dan memperoleh Tajalli (Penampakan) Tuhan di dalam Hati, maka diperlukan Ke-tidakterikatan akan dunia.Ketidakterikatan atau Pengunduran diri yaitu ketidakterikatan pikiran dan indera dari objek-objek duniawi. Pikiran menutupi diri yang sejati karena itu, kadang-kadang pikiran digambarkan sebagai selubung yaitu selubung kekaburan batin yang menutupi Hati. Pikiran sendiri terikat oleh panca indera, dan panca indera tertarik oleh objek-objek indera serta sekaligus terikat olehnya. Karena itu, langkah pertama ialah mengendalikan Panca indera,

Ketidakterikatan sangatlah penting.Bila engkau sudah tidak terikat pada objek-objek indera, maka panca indera tidak dapat lagi mengikuti pikiran dan perasaanmu. Pikiran serta perasaan yang bebas dari ikatan indera akan menjadi suci dan jernih, ia tidak akan menggunakan pengaruhnya lagi untuk menutupi Hati. Bila selubung pikiran itu lenyap maka diri yang sejati akan mendapat penampakan Diri-Nya yang Esa. Kemudian engkau akan menyatu dalam kemanunggalan dengan semua yang ada dan menikmati sifatmu yang sejati.

'Pengunduran diri' sangat penting untuk menyadari atau mengenali diri.Pengunduran diri atau ketidakterikatan adalah pikiran yang tidak terpengaruh oleh indera dan objek-objek yang menarik indera itu. Pikiran yang demikian itu, karena tidak diperbudak oleh indera dan objek-objek indera adalah suci dan tidak terpengaruh oleh bayangan. engkau mencapai kesucian pikiran bila engkau memandang semua objek duniawi sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan selalu berubah.Telah diketahui bahwa makhluk dunia dari yang paling rendah hingga yang paling mulia, tidak langgeng dan berubah terus. Menyadari hal ini engkau harus melepaskan semua keterikatan kepada objek-objek indera; setiap keterikatan lambat laun pasti akan membelenggumu.Seperti api akan segera mati bila kayu api dibuang, demikian pula bila objek-objek indera disingkirkan, indera menjadi tidak berdaya.

Kitab-kitab suci menyatakan dengan jelas bahwa hanya orang yang menganggap surga sekalipun sebagai sesuatu yang tidak berarti, dan orang yang tidak mempedulikan apapun juga kecuali kesadaran atau pengenalan diri adalah seorang Arif sejati.

Ada suatu cerita dalam bahwa ketika seorang anak laki-laki bertemu malaikat, malaikat berkata kepadanya, "Aku akan membuat engkau menjadi penguasa penuh atas segala kekayaan dan segala kemampuan yang ada di dunia dan aku akan memberimu seluruh kesenangan surgawi." seseorang itu menjawab, "Dunia ini dan semua yang ada di akhirat hanya bersifat sementara, semua itu tidak langgeng. Saya tidak ingin yang tidak tetap. Saya hanya ingin mendapat Tajalli (Penampakan) Tuhan. Saya ingin menghayati Kebenaran terakhir yang tidak pernah berubah. Dunia dengan belenggunya dan kesengsaraan yang menyertainya adalah untuk orang-orang yang terlena oleh objek-objek indera. Saya tidak tergiur oleh yang demikian itu.

"Misalnya engkau tinggal di suatu rumah beberapa lama. Pada suatu saat engkau harus pindah ke tempat lain. Semua barangmu kaukemasi dan kau bawa ke rumah yang baru dengan truk. Biasanya sandal-sandal tua dan sapu-sapu rongsokan pun kau bungkus dan kau bawa semuanya karena engkau merasa memilikinya. Mengapa engkau berbuat seperti itu? Karena engkau telah terikat oleh kelekatanmu pada objek-objek indera itu. Barang-barang tua itu kaukemasi dengan penuh perhatian dan kau bawa karena engkau terikat kepada benda-benda itu, engkau merasa semua itu milikmu.

Tetapi ada contoh lain tentang seorang pemimpin perguruan tinggi atau seorang kepala sekolah.Pada lembaga pendidikan itu tentu ada sejumlah barang yang berharga. Misalnya dalam laboratorium ada alat-alat yang sangat mahal, juga ada banyak meja, kursi, dan beberapa jenis meubel lainnya, jam dinding, dan sebagainya. Bila kepala sekolah ini pensiun atau dipindahkan ke sekolah lain, ia tidak merasa terikat dengan barang-barang berharga yang akan ditinggalkan. Alasannya ialah karena ia tahu betul bahwa tak satu barang pun adalah miliknya. Barang-barang itu adalah milik pengurus, yayasan atau pemerintah. Karena itu, ia meninggalkan sekolah tanpa rasa keterikatan dan tanpa mempedulikan benda tersebut.

Di mana ada rasa "punyaku" atau rasa memiliki, di situ ada penderitaan. Bila engkau tidak punya rasa memiliki engkau tidak akan terikat oleh apa pun dan tidak akan menderita. Karena itu, semua belenggu, penderitaan, dan kesedihan ini hanya disebabkan oleh rasa "ke-aku-an" atau "kemilikan". Seperti halnya kepala sekolah, engkau dapat menggunakan semua benda yang ada di dunia. Benda-benda itu sendiri jangan dibuang dan jangan menghentikan perbuatan serta kegiatanmu. Hal-hal yang dilepas hanyalah keterikatanmu terhadap benda-benda itu dan lepaskan pula keterikatanmu terhadap dunia serta kegiatan-kegiatanmu di dalamnya. Keterikatan ini harus dialihkan dan diubah. Dengan kata lain, janganlah ingin menikmati hasil kegiatanmu. Laksanakan tugasmu tanpa rasa keterikatan sama sekali sambil menyadari cacat cela pada benda-benda itu.Bila engkau telah mengerti ketentuan-ketentuan yang mengatur dunia dan mengetahui cacat yang merupakan sifat benda duniawi, engkau akan mampu mengatasi keterikatanmu terhadap mereka. Sebelum engkau dilahirkan, siapakah orang tua dan siapakah anak? Sebelum perkawinan, siapakah suami dan siapakah istri? Setelah kelahiranlah ada orang tua dan ada anak. Sebelumnya tidak ada hubungan dan sesudahnya pun tidak akan ada hubungan. Hanya dalam masa transisi yang singkat timbul rasa memiliki dan keterikatan. Semua ini disebabkan oleh kelemahan dalam cara memandang dan cara pendekatanmu.

Keterikatan ini timbul karena pikiran yang picik dan pandangan yang sempit.Segala kesedihan dan penderitaanmu disebabkan oleh perasaan dan sikapmu sendiri. Tidak ada peluang bagi rasa kemilikan bila engkau telah menyadari kelemahan dan kekurangan objek-objek duniawi. Berusahalah memahami asa ketidakterikatan. Engkau haus mencapai suatu tingkat, di saat engkau tidak lagi mempunyai rasa keterikatan atau perbudakan walaupun dalam keadaan mimpi atau keadaan tidur nyenyak sekalipun. Jika dalam keadaan jaga engkau mempunyai rasa keterikatan, keterikatan itu dalam wujud yang halus akan ada pula dalam mimpi dan pada waktu tidur nyenyak.

Keadaan dalam alam mimpi dapat diibaratkan seperti bayangan pada cermin. Apa yang kau alami dalam keadaan terjaga, bayangannya akan tampak pada alam mimpi. Karena itu, keadaan pada alam terjaga dan keadaan pada alam mimpi sama seperti benda dan bayangannya. Jika pada alam jaga engkau menempuh jalan yang benar, mengenal kebenaran, dan tingkah lakumu berada pada sinar kebenaran, maka engkau akan menempuh jalan yang benar pula dalam alam mimpi. Agar dapat maju meningkatkan diri dalam alam jaga engkau harus menyadari cacat cela objek-objek indera dan perlahan-lahan mengatasinya dengan cara melepas keterikatanmu pada benda-benda itu.Karena waktu berjalan terus, segala sesuatu mengalami perubahan. Makanan yang baru dimasak terasa enak dan lezat. Dalam keadaan masih segar makanan itu mempunyai potensi yang sangat baik untuk memberi kemampuan dan kesehatan. Tetapi, setelah berselang dua hari makanan itu akan basi dan beracun. Apa pun juga yang kau anggap baik, berguna, sehat, dan menguntungkan, setelah beberapa lama berubah menjadi sesuatu yang tidak baik, tidak berguna, tidak sehat, dan berbahaya.

Begitu pula kita ketahui adanya empat macam pengabdi;  'yang menderita',  'yang mengejar anugerah materi', 'yang menekuni pengetahuan spiritual', dan 'yang bijaksana'. Dengan berlalunya waktu, orang yang sama akan maju melalui semua tahap ini.Kita juga dapat merenungkan perubahan yang terjadi dalam hidup manusia. Anak yang baru lahir disebut bayi, setelah beberapa tahun ia disebut anak-anak, dua puluh tahun kemudian ia dinamakan orang dewasa, dan tiga puluh tahun berikutnya ia menjadi kakek. Orangnya itu-itu juga, bukan empat orang, tetapi karena waktu terus berlalu, orang itu diberi nama yang berbeda sesuai dengan tahap hidup yang berlainan yang sedang dilaluinya.Hidup sebagai manusia sulit sekali diperoleh, dan kehidupan ini mengalami banyak perubahan seiring dengan berlalunya waktu. Apabila hal itu berlaku untuk manusia, maka betapa hal ini lebih berlaku bagi semua makhluk dan benda lain di dunia. Jika engkau bertanya, apakah cacat yang paling besar pada manusia, engkau akan mendapati bahwa cacat itu adalah perubahan pada jasmaninya, entah baik entah buruk, perubahan ini tidak dapat dihindarkan.

Karena perubahan telah merupakan sifat dari segala sesuatu dalam dunia ini, seyogyanya engkau tidak mengembangkan keterikatan atau rasa "memiliki" sesuatu atau seseorang.Siapakah ayah? Siapakah ibu? Siapakah anak-anak? Siapakah anggota keluarga? Siapakah teman? Semua ini adalah wujud-wujud yang berubah, engkau tidak bisa memberikan jawaban yang sama selama-lamanya. Bila engkau telah menyadari segala perubahan yang terus terjadi dalam semua hubungan kekerabatan ini maka bagaimana engkau ingin mempunyai keterikatan kepada mereka?kita harus menyadari segala perubahan yang terjadi seiring dengan lewatnya waktu sebagai kelemahan dan cacat yang mendasar. Karena itu kembangkanlah ketidakterikatan sepenuhnya terhadap wujud-wujud yang tidak sempurna yang selalu mengalami perubahan ini, mereka itu tidak langgeng.

Pengunduran diri adalah disiplin penting pertama yang harus dilaksanakan. Yang kedua adalah istiqomah atau pengamalan terus menerus. Pengamalan atau latihan apa dan bagaimana? Salah satu di antaranya adalah tapa 'mati raga' atau Puasa Mati Geni. Pada saat orang mendengar kata tapa / puasa Mati geni ia menjadi agak ketakutan. Ia membayangkan bahwa bertapa / berpuasa mati geni itu berarti tinggal di hutan di gua yang sangat gelap tanpa terkena cahaya sedikitpun, makan buah-buahan dan umbi-umbian yang ada di sana, dan menantang segala macam resiko serta penderitaan. Sebenarnya hal itu bukan tapa / Puasa mati geni, itu hanya menimpakan hukuman dan penderitaan jasmani pada badanmu.Bukan badanlah yang harus mengalami penderitaan melainkan pikiran. Tapa / Puasa Mati geni adalah upaya mematikan Api menyiksa sifat hawa nafsu dalam pikiranmu, rasa diri sebagai pelaku, dan rasa memiliki, sehingga hal-hal tersebut lepas dari dirimu. Tapa / puasa juga berarti menghilangkan cacat yang terkandung dalam alat indera. Inilah tapa / puasa yang sejati.

No comments:

Post a Comment