Sunday 28 June 2015

TAHUKAH ENGKAU APAKAH SEBENARNYA LAILATUL QODAR ITU?

Bagaimana kita akan mendapatkan Lailatul Qodar, kalau Lailatul Qodar sendiri tidak kita ketahui itu apa lailatul Qodar?

Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.(QS. Ad Dukhan:3-5 )

“Sesungguhnya Aku (Allah) turunkan al Qur’an di malam “Lailatul Qadar “. Tahukah engkau apakah sebenarnya Lailatul Qadar itu. Lailatul Qadar adalah lebih baik dari pada 1.000 (seribu) bulan. Di malam itulah turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhan mereka untuk segala urusan sejahtera pada malam itu hingga TERBIT CAHAYA fajar. ” (AI Qur’an surat al Qadar ayat 1 5).

Di malam itulah turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhan.
untuk apa para malaikat turun, apalagi malaikat jibril?
Malaikat Jibril turun Membawa Alquran untuk orang yang mendapatkan lailatul qodar.

Ada orang bertanya; Alquran kan sudah Turun, kok diturunkan lagi?
Jawabnya; Alquran sudah turun kepada nabi Muhammad, tapi belum turun kepada dirimu.
yang selama ini engkau lihat adalah kitab/Buku Alquran, bukan Alquran.

Kitab Alquran akan menjadi Alquran setelah Turun ke dalam Hatimu. jadi selama dia belum masuk ke dalam Hatimu maka dia hanya sebagai Buku atau Kitab saja.

Pahamilah Ayat ini;
”…. Jibril, maka dialah yang menurunkannya ke dalam hati kamu, dengan izin Allah, menge-sahkan apa yang sebelumnya, dan petunjuk, dan berita gembira bagi orang-orang mukmin.” (2:97)

"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkan (didadamu) dan membuatmu memahaminya.(QS.Al Qiyamah 17-18)

Iya, Jibril menurunkan Alquran ke dalam Hati kamu, Menge-Sah-kan apa yang sebelumnya sudah ada yaitu Kitab Alquran untuk masuk ke Dalam Hati kami, sehingga menjadi Petunjuk dan berita genbira bagi kamu.

LAILATUL QODAR ADALAH MALAM TURUNNYA ALQURAN,
BARANG SIAPA MENDAPATKAN LAILATUL QODAR MAKA DIA AKAN MENDAPATKAN ILMU DALAM MEMAHAMI ALQURAN.
"janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum disempurnakan me-wahyu-kannya kepadamu,dan katakanlah;wahai Tuhanku,Tambahkanlah kepadaku ilmu.(Qs.20:114)

"Bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan Kamu dari segummpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui”.(QS. Al alaq: 1 - 5)

Imam Syafi`i berkata,  
“Aku mengadukan perihal keburukan hafalanku kepada guruku, Imam Waki’ bin Jarrah. Guruku lalu berwasiat agar aku menjauhi maksiat dan dosa. Guruku juga berkata, ‘Muridku, ketahuilah bahwa ilmu itu adalah Cahaya. Dan Cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang suka berbuat maksiat.’”

Ibn Al-Qayyim menulis bahwa, 
“Sesungguhnya ilmu adalah Sinar yang diletakkan oleh Allah di dalam hati, sedangkan maksiat memadamkan sinar tersebut”

Jadi Tahanlah Nafsu Panca inderawimu, Bersihkan Pikiranmu, dan Sucikan Hatimu.
Maka Cahaya Malaikat akan mendatangimum sehingga engkau akan mendapatkan Cahaya Ilmu, Cahaya Alquran. Cahaya Seribu Bulan, Cahaya Lailatul Qodar.

“Dahulu kamu tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai Cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)

Monday 22 June 2015

Membelenggu Setan, Menutup Pintu neraka, Membuka Pintu Surga

iriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: "Apabila bulan Ramadhan tiba, Pintu-Pintu surga dibuka, Pintu-Pintu neraka ditutup, dan setan-setan diikat/dibelenggu".
(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, no hadis 1899)

Bulan ramadhan adalah bulan untuk ber-Puasa menahan hawa nafsu yang datang dari inderawi - inderawi kita.
1. Mulut kita menahan makanan dan minuman, menahan perkataan yg buruk sehingga kita bisa mengendalikannya utk berkata-kata yg baik.
2. hidung kita, menahan bau-bauan dari makanan dan minuman, menahan bau aroma dunia.
3. Mata kita, menahan Pandangan terhadap dunia ini, menahan pandangan dari hal-hal yg haram menuju hal-hal halal supaya tidak menimbulkan hawa nafsu.
4. Telinga kita, menahan Pendengaran dari dunia ini dari bisikan-bisikan Syetan, agar tidak timbul keinginan-keinginan hawa nafsu.

Maka Janganlah kita Ber-Puasa hanya Menahan apa yang Masuk Ke-Dalam Mulut saja, tapi juga Ber-puasalah dengan Menahan apa yang Masuk ke-Dalam Telinga, Mata, dan Hidung.

Inderawi - inderawi kita adalah Pintu - Pintu, Pintu - Pintu yang bisa membawa kita kepada Neraka, tapi inderawi-inderawi kita juga bisa menjadi Pintu-pintu yg bisa membawa kita menuju ke Surga.

Dengan ber-Puasa Indera-Indera kita yg mempunyai jumlah 7 lubang Pintu, bisa kita kendalikan sehingga kita bisa menutup Pintu-Pintu inderawi yang mengarah pada Neraka, dan Membuka Pintu-Pintu inderawi menuju ke Surga, yang terbebas dari belenggu Hawa, nafsu, Dunia, dan Syetan.

Allah ta'ala berfirman;
Dan Tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan Mendatangi Neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan.(Qs. Maryam: 71)

Dan Firman Allah;
Jahanam itu memiliki Tujuh Pintu.(Qs.Al Hijr: 44)

Ketahuilah Neraka itu hakikatnya ada di Hatimu yang memiliki Tujuh Pintu indrawimu. Karena dari Tujuh pintu lobang indrawimu itulah yang membuat Masuknya Hawa nafsu menuju Hatimu, sehingga dirimu menjadi Tersiksa.

Ketahuilah Penyebab seorang manusia disiksa karena keadaan Hatinya. Karena di dalam Hati ada bisikan, ada keinginan dan cita - cita, dan ada lintasan gambaran - gambaran dunia dari indrawi. Artinya Perbuatan dosa yang menyebabkan manusia Tersiksa itu diawali dari Hati kemudian dilanjutkan oleh niat dan diwujudkan dalam perbuatan.

Sunday 21 June 2015

TUJUAN PUASA UNTUK TAKWA

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)
Puasa menahan hawa nafsu menuju Takwa.

1. Syetan, Dunia, Hawa, Nafsu tempat masuknya melalui Panca Indera.

Syetan masuk melalui Pendengaran.

"Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapa Setan-Setan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta yg banyak dosa, mereka Menghadapkan PENDENGARAN (kepada Setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta."(Qs.26:221-223)

Dunia, Hawa dan Nafsu datang melalui pintu indera lainnya.

"Di jadikan terasa indah dalam Indrawi manusia cinta terhadap apa yang di inginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yg bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup Dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yg baik."(Qs.3:14)
"....Janganlah kedua Matamu berpaling dari mereka karena mengharap perhiasan kehidupan Dunia, dan janganlah engkau mengikuti orang yg Hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti Hawa Nafsunya dan keadaannya sudah melewati batas."(Qs.18:28)
"Dan janganlah engkau Tujukan pandangan Matamu kepada kenikmatan yg telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, bunga kehidupan Dunia. Agar Kami uji mereka dgn itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal."(Qs.20:131)
"Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikannya dgn itu, tetapi dia (melalui Panca indera) cenderung kepada Dunia dan mengikuti Hawa nafsunya,....(Qs.7:176)

2. Agama (Addin) tempatnya di Akal.

"Sesungguhnya Agama bagi orang yang ber-akal."(Al Hadits)
"Katakanlah; marilah aku bacakan apa yg diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dgn apapun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yg memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, janganlah kamu mendekati perbuatan yg keji, baik yg terlihat ataupun yg tersembunyi, janganlah kamu membunuh yg diharamkan Allah kecuali dgn alasan yg benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu menggunakan Akal."(Qs.6:151)
"Dan jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yg menurunkan air dari langit lalu dgn itu dihidupkannya bumi yg sudah mati? Pasti mereka akan menjawab; Allah. Katakanlah; segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak menggunakan Akal.(Qs.29:63)

3. Islam tempatnya di Dada (Shudur).

"Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah, Dia akan membukakan Dada (Shudur) nya untuk Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya sesat, Dia jadikan Dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia mendaki ke langit....(Qs.6:125)
".....orang-orang yang dibukakan Dada (Shudur) nya oleh Allah untuk Islam, dia mendapat Cahaya dari Tuhannya...."(Qs.39:22)

4. Iman tempatnya di Hati (Qolbu).

"....Orang-orang yg mengatakan dgn mulut mereka; kami telah beriman. Padahal Qolbu (Hati) nya belum beriman...."(Qs.5:41)
"Sesungguhnya orang-orang yg beriman adalah mereka apabila diingatkan kepada Allah, gemetar Qolbu (Hati) nya...."(Qs.8:2)
"Orang-orang yg beriman dan Qolbu mereka menjadi tentram dgn mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah Qolbu menjadi tenteram."(Qs.13:28)
"....Orang-orang yg tidak beriman kepada Akhirat, Qolbu mereka mengingkari, dan mereka adalah orang yg sombong."(Qs.16:22)
"Dialah yg telah menurunkan ketenangan ke dalam Qolbu orang-orang beriman untuk menambah keimanan atas keimanan mereka...."(Qs.48:4)
"Orang-orang Arab Badui berkata; kami telah beriman. Katakanlah; kamu belum beriman, tetapi katakanlah; kami telah tunduk, karena Iman belum masuk ke dalam Qolbu (Hati) mu....(Qs.49:14)

5. Ihsan tempatnya di Fuad (Mata Hati).

"Fuad (Hati) nya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.(Qs.53:11)
....Ihsan adalah beribadahlah kamu seakan-akan Melihat Allah.....(HR. Muslim)

6. Takwa tempatnya di Lubb (Akal Hati).

"....Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah Takwa. Dan ber-Takwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai Lubb! (Qs.2:197)
"....maka ber-Takwa-lah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai Lubb, agar kamu beruntung.(Qs.5:100)
"....Maka ber-Takwa-lah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai Lubb! Orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah menurunkan peringatan kepadamu.(Qs.65:10)

".....Sungguh, yang paling Mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang Paling ber-Takwa.....(Qs.49:13)

Saturday 20 June 2015

PUASA UNTUK MENAHAN HAWA NAFSU

Bulan ramadhan adalah bulan untuk ber-Puasa menahan hawa nafsu yang datang dari inderawi - inderawi kita.

1. Mulut kita menahan makanan dan minuman, menahan perkataan yg buruk sehingga kita bisa mengendalikannya utk berkata-kata yg baik.

2. hidung kita, menahan bau-bauan dari makanan dan minuman, menahan bau aroma dunia.

3. Mata kita, menahan Pandangan terhadap dunia ini, menahan pandangan dari hal-hal yg haram menuju hal-hal halal supaya tidak menimbulkan hawa nafsu.

4. Telinga kita, menahan Pendengaran dari dunia ini dari bisikan-bisikan Syetan, agar tidak timbul keinginan-keinginan hawa nafsu.



Maka Janganlah kita Ber-Puasa hanya Menahan apa yang Masuk Ke-Dalam Mulut saja, tapi juga Ber-puasalah dengan Menahan apa yang Masuk ke-Dalam Telinga, Mata, dan Hidung.



Inderawi - inderawi kita adalah Pintu - Pintu, Pintu - Pintu yang bisa membawa kita kepada Neraka, tapi inderawi-inderawi kita juga bisa menjadi Pintu-pintu yg bisa membawa kita menuju ke Surga.



Dengan ber-Puasa Indera-Indera kita yg mempunyai jumlah 7 lubang Pintu, bisa kita kendalikan sehingga kita bisa menutup Pintu-Pintu inderawi yang mengarah pada Neraka, dan Membuka Pintu-Pintu inderawi menuju ke Surga, yang terbebas dari belenggu Hawa, nafsu, Dunia, dan Syetan.



Allah ta'ala berfirman;

Dan Tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan Mendatangi Neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan.(Qs. Maryam: 71)



Dan Firman Allah;

Jahanam itu memiliki Tujuh Pintu.(Qs.Al Hijr: 44)



Ketahuilah Neraka itu hakikatnya ada di Hatimu yang memiliki Tujuh Pintu indrawimu. Karena dari Tujuh pintu lobang indrawimu itulah yang membuat Masuknya Hawa nafsu menuju Hatimu, sehingga dirimu menjadi Tersiksa.



Ketahuilah Penyebab seorang manusia disiksa karena keadaan Hatinya. Karena di dalam Hati ada bisikan, ada keinginan dan cita - cita, dan ada lintasan gambaran - gambaran dunia dari indrawi. Artinya Perbuatan dosa yang menyebabkan manusia Tersiksa itu diawali dari Hati kemudian dilanjutkan oleh niat dan diwujudkan dalam perbuatan.

KENAPA PUASA DILAKUKAN SIANG HARI ?

Pada saat siang hari Kemampuan Panca inderawi Meningkat, sehingga seseorang lebih banyak disibukkan dengan hal-hal di luar dirinya. yang menyebabkan dia berada dalam kesadaran inderawi, terkurung dalam hawa nafsu inderawi.

Ketika seseorang berada pada kesadaran inderawinya, maka ia memperoleh nuansa
pemahaman terhadap segala yang terjadi sangat 'riil'. Dan cenderung
materialistik.

Seringkali, di antara kita bertumpu kepada kemampuan inderawi secara berlebihan.
Kadang kita hanya percaya kepada sesuatu jika sesuatu itu bisa dijangkau oleh
indera. Kita hanya bisa memahami jika telah melihat dengan mata kepala sendiri,
atau telah mendengarnya, mencium dan merasakannya. Sesuatu yang tidak terdeteksi
oleh panca indera, bakal tidak kita akui sebagai keberadaan. Atau setidak-tidaknya, kita tidak merasa perlu untuk memikirkannya, dan kemudian mengacuhkannya.

Orang yang demikian sebenarnya telah terjebak pada pola pikir materialistik dan selalu mengikuti hawa nafsu.

Maka dari itu, pada siang Hari kita disuruh Ber-Puasa agar kita menahan dan mengendalikan Hawa Nafsu.
Puasakanlah Panca inderawimu yaitu Pendengaran, Penglihatan, Penciuman, Perkataan dan Perasaan. sehingga diri terbebas dari hawa nafsu dan mendapat Cahaya-Nya yang tersembunyi (Nurul Jannah).

Qs.79:40-41;Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan MENAHAN DIRI DARI HAWA NAFSUNYA, MAKA SUNGGUH, (NURUL) JANNAH LAH TEMPAT TINGGAL(NYA).

Wednesday 17 June 2015

PUASA; SHIYAM, SHAUM, SHAIM

Di dalam alquran Kata yang Berkaitan dengan Puasa, memiliki 3 Kata, yaitu Shiyaam, Shaum, dan Shaaim.

SHIYAAM
Ada 8 kali kata “shiyaam” terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 183, 187 (dua kali), dan 196, surat an-Nisa’ ayat 92, surat al-Maidah ayat 89 dan 95, dan surat al-Mujadilah ayat 4.

Jika diperhatikan, 8 kali kata “shiyaam” semuanya menunjuk pada puasa dalam arti menahan diri dari makan, minum, dan “bercampur”. 
Sebuah bentuk puasa yang “terlalu mudah” bagi sebuah proses yang target akhirnya adalah pencapaian taqwa. 

SHAUM
Ada 1 kali kata “shaum” terdapat dalam surat Maryam ayat 26.
“Katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernadzar Shaum untuk Yang Maha Pengasih, maka aku tidak berbicara dengan seorang manusia pun pada saat ini.”

Kata Shaum Di alquran Berkaitan dengan Puasa Panca Indera;
Puasa Pendengaran, 
Puasa Penglihatan,
Puasa Penciuman, 
dan Yang Paling Terpenting adalah Puasa Perkataan.
Karena Perkataan lah yang bisa Menyakiti orang lain, Perkataan pula bisa mendatangkan kemarahan, dan lain-lain.

Jadi, Selain Kita Ber-Shiyam, maka kita juga Di haruskan untuk Ber-Shaum.


SHAAIM
Dan ada 1 kali kata “shaaim” terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 35.
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang (1) Ber-Islam, laki-laki dan perempuan yang (2) ber-iman, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam (3) keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang (4) benar, laki-laki dan perempuan yang (5) sabar, laki-laki dan perempuan yang (6) khusyu’, laki-laki dan perempuan yang (7) bersedekah, laki-laki dan perempuan yang (8) berpuasa, laki-laki dan perempuan yang (9) memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak (10) mengingat Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

Dalam Tingkatan Kedudukan Seseorang yang mendapat ampunan dan balasan dari Allah, maka Puasa Menduduki Tingkatan Ke Delapan, Setelah Islam, Iman, Benar, Sabar, Khusyu', sedekah, Baru Kemudian Puasa. dan kedudukan Orang yang Ber-puasa harus meningkat lagi Menjadi Orang yang Memelihara Kehormatan/Kesucian/Kemuliaan dirinya, dan Setiap saat Mengingat Allah.

Sunday 14 June 2015

KITA SEKARANG ADA DI NERAKA

Sebenarnya kita sudah ada di Neraka, Tempat yang paling rendah semenjak Adam dan Iblis diturunkan dari Surga. 
“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (QS. At Tiin:5).

“api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke hati.”
(Al-Humazah 6-7), 


“Setiap kali kulit mereka Rusak, Kami Ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab.”
(An-Nisa’ 56)


 “Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.” Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
(Al-Haqqah 30-31)


“Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik nafas dengan merintih”
(Huud 106)


Dineraka Memiliki Hati dan Tubuh dan Kulit, Berarti Neraka itu adalah di saat ini, selagi memiliki Jasad. 
Di Neraka Memiliki Tangan dan Leher, bukankah sekarang kita memiliki Tangan dan leher.
Di Neraka kita Bernafas, Bukankah Saat ini kita Bernafas.

“Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka di dalam neraka."

Saturday 13 June 2015

LETAK SURGA DAN NERAKA, DAN HANYA HATI YANG MERASAKANNYA

Dimanakah letak surga?

Surga berada di tempat yang tinggi yaitu berada dilangit yang ketujuh yang bernama “Sidrotul Muntaha”. Allah berfirman:

(( عند سدرة المنتهى ، عندها جنة المأوى ))
“(Yaitu) di Sidrotul Muntaha, di dekatnya terdapat surga tempat kembali.” (QS. An Najm:14-15).

Namun sebaliknya nereka berada di tempat yang paling rendah, yaitu di bagian yang paling bawah. Allah berfirman:

(( ثم رددناه أسفل سافلين ))
“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). (QS. At Tiin:5).


Tempat Tertinggi adalah Ruh dan Tempat Terendah Adalah Jasad.
Dan Di Tengah - tengah tempat tersebut adalah Hati.
yang mana sifat Hati selalu bolak - balik.
Hati Terkadang Mengarah Ke Ruh, Tapi Hati Terkadang Mengarah ke Jasad.

Tuesday 9 June 2015

SUJUD ITU MEMBEKAS DI DALAM KEPALA BUKAN HITAMNYA JIDAT


مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَفَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan. Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

 عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌوَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْفَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

 عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.

Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

 عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.

Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

 عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

 عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.

Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).

Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,

 يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ

“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Ciri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalu muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).

Jadi, Bekas Sujud itu bukanlah Hitam di Jidat, Tapi Sujud itu membekas didalam Otak, Sujud Itu membekas di Pemikiran sehingga Mengubah prilakumu menjadi lebih Baik.
Sujud itu Membekas menjadikan kamu keras terhadap kekafiran, Dan berkasih sayang Terhadap Sesama.

Monday 8 June 2015

LEBIH BESAR MANA ANTARA ILMU-NYA ATAU DZAT-NYA

Lebih Besar mana antara Pengetahuan-Nya atau Diri-Nya.

Apakah Allah Mengetahu Diri-Nya? Kalau Allah Mengetahui Diri-Nya, berarti Allah Terbatas oleh Pengetahuan-Nya!
Lalu Apakah Allah Tidak mengetahui Diri-Nya, sehingga Diri-Nya Tidak Terbatas Oleh Pengetahuan-Nya.
Jadi, Manakah yang Benar, dan manakah Yang lebih Besar? Pengetahuan-Nya atau Diri-Nya.

Jawabnya;

Allah dan Pengetahuan-Nya, Pada hakikat-Nya Esa, yang ada hanya Dzat-Nya.
Jadi Tidak ada yang lebih Besar antara Pengetahuan-Nya dan Diri-Nya.
Karena,
Diri-Nya adalah Pengetahuan-Nya, Pengetahuan-Nya adalah Diri-Nya.
Pengetahuan-Nya Tidaklah Berdiri Sendiri diluar Dzat-Nya, Pengetahuan-Nya ada karena Dzat-Nya, 

Dzat-nya Mengetahui atau mengenali Diri-Nya sendiri, Melihat diri-Nya sendiri. 
Diri-Nya Terbatas oleh Pengetahuan-Nya Sendiri yang pada hakikatnya adalah Dzat-Nya Sendiri.

Dia Mengetahui Diri-Nya Sendiri, Dia Pula yang Di Ketahui Oleh diri-Nya Sendiri, dan Dialah Yang Maha Mengetahui Diri-Nya SenDiri.

BISAKAH ALLAH MENCIPTAKAN YANG LEBIH BESAR DARI-NYA

Ada Suatu pertanyaan yang mengatakan;
Kalau Allah Maha Besar, maka Bisakah Allah menciptakan yang lebih Besar dari diri-Nya?

Maka Jawabnya; Bisa.
Apapun yang Dikehendaki Allah maka Bisa diciptakan-Nya.

Apabila Dia menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya"Kun" (Jadilah), maka terjadilah ia." [Yasin : 82]

Tapi, Allah Tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia tanpa ada manfaatnya.
Tidaklah Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia, maha suci Engkau.”(Qs.3:191)

Jadi, Buat Apa Dia menciptakan sesuatu yang lebih Besar dari Diri-nya.

Ada orang yang berkata; Yaa, Buat membuktikan bahwa Dia Maha Besar !
Maka saya menjawab; Mau Membuktikan kepada Siapa?

Lalu Orang itu Berkata; Mau Membukikan kepada diri-Nya sendiri.
Jawab saya; Diri-Nya Tidak perlu Membuktikan apapun untuk Diri-nya Sendiri, karena Dia Sudah Mengetahui Diri-Nya Sendiri.

lalu orang itu berkata; Kalau begitu buat membuktikan kepada makhluk-Nya.
Saya jawab; Buat apa Dia membuktikan kepada Makhluk-Nya, yang Diciptakan alam semesta ini saja, yang sudah dia Ciptakan Tidak bisa Di Jangkau Besar-Nya oleh Makhluk-Nya, apalagi Yang Lainnya.
Jadi, Buat Apa Dia Menciptakan sesuatu yang Tidak ada Manfaatnya.

Lalu Orang Itu Berkata Lagi; Kalau Allah Bisa menciptakan Yang lebih Besar dari Diri-Nya, Berarti ada yang Lebih Besar dari Diri-Nya.
Saya Menjawab; Kan Allah Maha Besar, Jadi Walaupun Allah Meciptakan Yang Lebih Besar dari Diri-Nya yang Sekarang, Maka Allah Tetap Maha Besar.

Lalu Orang itu Berkata; Apakah Allah Menciptakan Diri-Nya Sendiri Menjadi Lebih Besar.
Lalu Jawab Saya; Iya, Allah Menciptakan Diri-Nya Sendiri Menjadi Lebih Besar.

Kemudian orang itu berkata; Berarti Kebesaran Allah yang diciptakan itu Barang Baru, Apakah Allah itu Baru.
Jawab saya; Allah bukanlah Barang Baru, Tapi Sifat-sifat Kebesaran-Nya yang berubah menjadi Lebih Maha Besar.

Renungkanlah ini !
Arifbillah maulana Quthubul syekh muhyidin Al Akbar Ibnu Arabi rohimahullah, menjelaskan tentang firman Allah ta'ala;
Qs.55:29; Allah setiap saat dalam kesibukan.

Hal ini berarti bahwa setiap saat alam semesta dan diri kita ini selalu mengalami perubahan, karena Allah setiap saat terus menerus sibuk dalam menciptakan sampai saat ini pun. Akan tetapi kebanyakan manusia ragu terhadap ciptaan baru (Qs.50:15).

Maka;
Semakin Besar Perubahan Alam Semesta ini, semakin Besar Ciptaan-ciptaan Allah, maka Semakin Besar, Ke-Maha Besar-an Allah.

Katakanlah; “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). [al-Kahfi/18:109]
Semakin Besar dan Luas Lautan itu, Maka Semakin Besar dan Luas Pula Kalimat Tuhan, dikarenakan Lautan-lautan itu Termasuk dalam Kalimah Tuhan.

Friday 5 June 2015

MUHAMMAD ADALAH BAPAK RUH UMAT ISLAM, PENUTUP PARA NABI

“Muhammad bukanlah Bapak salah seorang lelaki diantara kamu, melainkan dia itu Utusan Allah dan segel (penutup) para Nabi. Dan Allah senantiasa Yang Maha-tahu akan segala sesuatu” (Q.S.33:40).
Berakhirnya Silsilah Jasmani Nabi Muhammad, Karena Bukanlah Bapak Jasmani Seorang lelaki.
Ayat suci tersebut menerangkan dua hal yang saling berhubungan, yaitu berakhirnya silsilah Muhammad saw. secara jasmani, tetapi berlangsung terus silsilah Ruh beliau, sebab beliau adalah Utusan Allah. 
Setiap utusan adalah bapak (Ruh) bagi umatnya. Musa adalah bapak umat Yahudi, Isa Almasih bapak umat Kristen, Siddharta Gotama bapak umat Budhis, Konghucu bapak umat Konfusianis dan Muhammad saw. adalah Bapak umat Islam. 
Oleh karena itu isteri-isteri beliau disebut ibu orang-orang beriman (33:6) -yakni umat Islam- yang karena itu haram dinikahi oleh umat Islam sepeninggal Nabi Suci untuk selama-lamanya (33:53), sebagaimana diharamkannya seseorang mengawini ibunya sendiri (4:23), yakni janda bapaknya.

Asbabun-nuzul ayat memperjelas makna firman Allah tersebut. Siti Khadijah memiliki seorang budak lelaki bernama Zaid. Setelah beliau dinikahi oleh Nabi Suci, Zaid dibebaskan, lalu diangkat sebagai anak angkat Nabi Suci. Zaid termasuk lima sahabat pertama. Setelah Hijrah ke Madinah, Nabi Suci mengusulkan agar Siti Zainab binti Jahsy saudara sepupu beliau dinikahkan dengan Zaid. Usul Nabi ini diterima, meski bertentangan dengan kehendak Zainab dan keluarganya. Ternyata pernikahan yang tak kafa’ah (sederajad) ini gagal. Zainab rupawan, bangsawan dan masih muda, sedang Zaid berkulit hitam, bekas budak dan jauh lebih tua. Akibatnya “fatal” bagi Zainab. Dia lebih menderita lagi karena disebut “janda, bekas istri seorang budak” suatu status yang hina di masyarakat Arab yang belum bebas dari budaya jahiliah. Cara mengangkat martabatnya tiada lain adalah Nabi Suci mengawini beliau, tetapi Nabi Suci takut akan dampak negatifnya, yakni fitnah, pelecehan dan penodaan nama baik beliau, sebab menurut tradisi jahiliyah kedudukan anak angkat sama dengan anak kandung; mengawini janda anak angkat sama dengan mengawini janda anak kandung.

Atas restu Allah Nabi Suci menikahi Zainab (33:37). Dengan demikian Siti Zainab terangkat derajatnya, karena perkawinan itu beliau menduduki tempat mulia, baik dimata Allah maupun mata manusia, yakni sebagai ibu orang beriman. Tetapi orang-orang kafir dan munafik -yang secara rohani adalah tuli, bisu dan buta (2:18)- memaki dan menghina Nabi Suci saw. dengan tuduhan telah mengawini menantunya sendiri. Caci maki dan penghinaan yang berlangsung terus sampai sekarang ini ditangkis Ilahi dengan turunnya ayat suci 33:40 di atas. Penegasan “Muhammad bukanlah ayah salah seorang dari orang-orang (1elaki) kamu” berarti Zaid bukanlah anak (Nabi Suci) Muhammad saw. tetapi anak Haritsah. Sejak saat itu, Zaid dipanggil anak Haritsah, sesuai dengan syariat Islam yang menganjurkan agar memanggil seseorang itu dengan menyebut ayah kandungnya (33:5), bukan ayah angkatnya; sebab kedudukan anak angkat tidak sama dengan anak kandung (33:4).

Silsilah Rohani Abadi, Karena Nabi Adalah Bapak Ruh.

Terputusnya silsilah jasmani Nabi Suci seakan-akan merupakan suatu cacat, maka orang-orang kafir mengejek beliau dengan sebutan abtar (terputus), tetapi Qur’an Suci justru menyebut orang-orang kafirlah yang abtar (108:3). Turunnya ayat 33: 40 tersebut menjawab ejekan kaum kafir tersebut, karena menyatakan bahwa “Muhammad… … … dia itu Utusan Allah”. 
Seorang utusan Allah adalah bapak (Roh) bagi umatnya. Hubungan Rohani (Ruh) nilainya lebih baik dan mulia daripada hubungan jasmani, maka dari itu “Nabi itu lebih dekat pada kaum mukmin daripada diri mereka sendiri” (33:6). Sejarah menjadi saksi tatkala ayat ini diturunkan anak-anak rohani (Ruh) Rasulullah saw., telah berjumlah ratusan ribu jiwa sekarang tidak kurang dari milyar-an – sedang kaum kafir telah terputus dan benar-benar terputus, karena anak-anak mereka telah menjadi anak-anak rohani Nabi Suci yang prosesinya dinyatakan dalam 110:1-3.

Kebapakan rohani (Ruh) Nabi Suci tak berakhir, berlangsung terus sampai hari Kiamat, sebab beliau sdalah Khatamun-Nabiyyin artinya segel (penutup) para Nabi, sesudah beliau tak akan datang Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru. Jadi silsilah jasmani beliau terputus-karena tak beranak lelaki tetapi silsilah rohani abadi dikaruniakan kepada diri beliau. Sebab beliau segel (penutup) para nabi. 
Disinilah salah satu keagungan beliau dibanding dengan para Nabi sebelumnya yang silsilah rohaninya hanya berlangsung untuk sementara waktu saja (13:38-39), 
misalnya Nuh hidup di tengah-tengah kaumnya selama alfa sanatin illa khamsina ‘ama (seribu tahun kurang lima puluh tahun) alias 950 tahun (29:l4). Ini umur kenabian atau syariatnya, bukan umur pribadi orangnya.

Arti Khatamun-Nabiyyin

Berakhirnya kenabian pada diri Nabi Suci Muhammad saw. dinyatakan dengan kata “khatam” yang bisa dibaca “khatim” seperti tertulis dalam Mushaf menurut riwayat Warsy dari Nafi’al- Madani. Antara keduanya ada perbedaan. Kata khatam berarti segel atau bagian terakhir atau penutup digabung dengan kesempurnaan wahyu kenabian dan pelestarian penganugerahan nikmat Ilahi (5:3); 
maka dari itu Nabi Muhammad saw. adalah yang paling mulia diantara semua nabi. Jadi kata khatam mengandung arti ganda yakni “yang paling mulia” dan “bagian terakhir” atau “penutup”. Sedang kata khatim artinya bagian terakhir atau penutup; maka dari itu Nabi Muhammad saw. adalah penutup para Nabi, yang dipertegas oleh Nabi Suci “la nabiyya ba’di” artinya “tak ada Nabi sesudahku” (Hr. Bukhari).

Jadi Benarlah, bila ada Hadis nabi yang Mengatakan;

 “ANA ABUL ARWAH, WA ADAMU ABUL BASYARU”

Artinya : “Aku Bapak segala Roh dan Nabi Adam Bapak sekalian Tubuh Manusia.

Thursday 4 June 2015

KENABIAN TELAH TERTUTUP, TAPI TUGAS KERASULAN AKAN ADA SAMPAI AKHIR ZAMAN

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh percaya kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. 3:81.

Dalam ayat 3:81 Allah menggambarkan secara tepat tugas Nabi dan tugas Rasul. Kedua definisi muncul di tengah-tengah ayat yang sangat penting yang berhubungan dengan janji Rasul:

Ayat 3:81, adalah di antara banyak ayat lain yang memberikan definisi tentang “Nabi” dan “Rasul”. Jadi, “Nabi” adalah utusan Allah yang diberikan sebuah kitab baru, sedangkan “Rasul” adalah utusan yang ditugaskan oleh Allah untuk mengkonfirmasi dan Membenarkan Kitab yang ada; ia tidak membawa kitab baru. Menurut Al-Quran, setiap “Nabi” adalah “Rosul,” tapi tidak setiap “Rosul” adalah “Nabi.” Tentu tidak logis dan aneh bila Allah memberikan kitab suci kepada Nabi, kemudian meminta dia untuk menyimpannya secara eksklusif untuk dirinya, seperti yang dinyatakan oleh beberapa “ulama” Islam (2:42, 146, 159).

Definisi Al-Quran tentang Nabi, dan bagaimana semua Nabi diberi Kitab Suci untuk disampaikan, juga ditegaskan pada ayat berikut:
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Al-Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. ….”. 2:213

Mereka yang tidak cukup akrab dengan Al-Quran cenderung berpikir bahwa Harun adalah “Nabi” sebagaimana dinyatakan pada ayat 19:53, yang tidak menerima Kitab suci. Klaim ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang tidak percaya pada ayat Al-Quran, karena Allah menyampaikan padaayat 2:213 bahwa semua Nabi dikirimi Kitab Suci. Selain itu, Al-Quran secara jelas menyatakan bahwa Taurat diberikan khusus “untuk Musa dan Harun” (21:48, 37:117).
Dengan kata lain semua Nabi adalah Rasul, tetapi tidak semua Rasul adalah Nabi.


Kenabian dan kitab suci:
Setiap kali Allah menyebutkan Kenabian dalam Al-Quran, Dia menyebutkan kitab suci. Berikut ini adalah beberapa contoh:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, Al-hikmah dan Kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. ” 3:79

“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka Al-kitab, Al-hikmah dan Kenabian. Jika orang-orang itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.” 6:89

“Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Yaqub, dan Kami jadikan Kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh”. 29:27

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israel Al-Kitab, Al-hukma dan Kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya)”. 45:16

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya Kenabian dan Al-Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik. 57:26


Rasul yang Nabi dan bukan Nabi yang Rasul:
Contoh pertama untuk Nabi utusan berasal dari 7:157, dan 7:158 di mana Allah menggambarkan Nabi Muhammad sebagai, “Rasul yang Nabi” (arrosuulannabiyya) dan bukan sebagai “Nabi yang Rasul,” dan hal ini bukanlah suatu kebetulan, [Allah tidak melakukan kebetulan]. Alasannya adalah bahwa tidak setiap Rasul adalah Nabi dan oleh karena itu kata ‘Nabi’ digunakan di sini untuk lebih menentukan dan memperjelas deskripsi dari Rosul.

“Mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (Muhammad), yang mereka temukan tertulis dalam Taurat dan Injil mereka…” 7:157

“………. Karena itu kamu harus percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi, yang percaya pada Allah dan firman-Nya. Ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. ” 7:158

Musa, seorang Rosul yang Nabi:
Pada ayat 19:51, Musa digambarkan oleh Allah sebagai seorang Rosul yang Nabi (Rosulan Nabiyyan), dan bukan sebagai Nabi yang Rosul (Nabiyyan Rosulan).

Ismail, seorang Rosul yang Nabi:
Pada ayat 19:54, Ismail digambarkan dengan kata yang sama, “Rosulan Nabiyyan”.
Alasannya adalah bahwa, tidak setiap Rosul adalah Nabi, tetapi setiap Nabi adalah Rosul, jadi Allah mendefinisikan kata Rosul dengan menambahkan padanya “Nabiyya”. Dengan kata lain, Ismail adalah seorang Rosul dan juga Nabi. Allah tidak membuat kesalahan dan Dia tidak menempatkan firman-Nya dalam urutan sembarangan, itu dimaksudkan untuk berada di urutan ini.
Contoh lain ditemukan dalam Al-Quran untuk menjelaskan deskripsi ini:

Manusia yang rosul:
“Bukankah aku hanya seorang manusia yang rosul (Basharan Rosuulan)” 17:93
Perhatikan, “seorang manusia yang Rosul” dan bukan “Rosul yang manusia”.
Alasannya adalah bahwa tidak setiap Bashar (manusia) adalah Rosul (utusan) sementara setiap Rosul (messenger) di antara kita adalah Bashar (manusia).
Ayat 17:94, menggunakan kata yang sama lagi, manusia yang Rosul (Basharan Rosuulan), bukan (Rosulan Bashara)

Malaikat yang rosul:
“…… Kita akan mengirim kepada mereka dari langit seorang malaikat yang rosul (Malakan Rosuulan)” 17:95
Perhatikan, “seorang malaikat yang rosul” dan bukan “seorang rosul yang malaikat (Rosulan Malaka)”. Alasannya sekali lagi adalah bahwa tidak setiap malaikat itu rosul.

Siddiq yang Nabi:
Pada ayat 19:41, Allah menggambarkan Ibrahim sebagai “Siddiiqqan Nabiyyan (Siddiq yang Nabi)” dan bukan sebagai Nabyyan Siddiqqan, (Nabi yang siddiq). Alasannya adalah bahwa tidak setiap Siddiq adalah Nabi, sedangkan setiap Nabi adalah Siddiq.

Jika Allah akan mengatakan, Ibrahim adalah seorang Nabbyan Siddiqua (Nabi yang siddiq), ini menunjukkan bahwa tidak setiap Nabi itu siddiq sementara setiap siddiq adalah seorang Nabi.

Pada ayat 19:56, Allah menggambarkan Nabi Idris dengan cara yang sama, sebagai Siddiiqqan Nabyya (Siddiq yang Nabi).
Tidak ada di seluruh Al-Quran Allah menggunakan istilah-istilah ini dalam urutan sebaliknya.  Allah tidak pernah menggambarkan Nabi sebagai Nabi yang Rosul (Nabbyan Rosula), atau Nabi yang siddiq (Nabiyyan Siddiqua) dalam Al-Quran.

“Seorang Rosul atau seorang Nabi”:
Mungkin salah satu indikasi kuat dalam Al-Quran bahwa kata Nabi dan Rasul tidak memiliki arti yang sama, ditemukan dalam ayat berikut:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” 22:52

Jika kata Nabi dan Rasul memiliki arti yang sama, Allah tidak akan mengatakan “seorang Rosul atau seorang Nabi”, bukan? Jika kedua kata itu mempunyai arti yang persis sama, maka menyebutkan salah satu dari mereka mungkin sudah cukup.

Jadi Al-Quran adalah jelas bahwa setiap Nabi adalah Rosul tetapi tidak setiap Rosul adalah seorang Nabi, misalnya para rosul/ utusan ratu Balqis (27:35).