Imam Al Ghozali berkata;
Bayangkanlah sebuah Telaga dimana bermuara Tujuh anak-anak sungai dari daerah-daerah sekitarnya yang lebih tinggi. Kemudian bayangkan bahwa dasar Telaga itu digali pula sehingga keluar Air yang Jernih dan lebih banyak daripada yang diterimanya dari Tujuh anak-anak sungai tersebut. Maka jika Tujuh sungai-sungai itu dibendung, Air Telaga itu tetap penuh dan akan lebih tenang dan lebih berlimpah-limpah, jernih sehingga apabila Cahaya menyinarinya maka akan ber-Kilauan Sinar-Sinar Cahaya.
Telaga ini adalah perumpamaan daripada Hati, Air yang dilimpahkan oleh Tujuh anak-anak sungai itu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui Tujuh alat penginderaan kita di kepala, dan mata air murni yang keluar dari dasar Telaga ini adalah Pengetahuan Sejati yang didapat Hati secara langsung. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa Pengetahuan Nur Ma'rifat yang diperoleh melalui Penglihatan Hati itu adalah yang lebih benar dan yang sejati.
Hati dapat diperumpamakan sebagai sebuah Telaga dan Panca Indera sebagai Tujuh anak sungai yang terus-menerus melimpahkan air ke dalam telaga itu. Untuk menemukan kandungan murni yang sesungguhnya dari Hati maka keTujuh anak sungai itu harus dibendung, setidak-tidaknya untuk sementara waktu dan kotoran-kotoran yang telah dilimpahkan kedalam telaga itu harus dibuang. Dengan kata lain, jika kita ingin mencapai Kebenaran Spiritual yang murni, Nur Ma'rifat yang Sejati, maka untuk sementara waktu kita harus menyampingkan Pengetahuan yang telah kita peroleh dengan proses eksternal (seperti baca buku-buku, perkataan guru-guru) yang sering menjadi Prasangka yang dogmatis.
Hati juga diibaratkan cermin. Ketika Panca Inderawi seseorang melakukan perbuatan-perbuatan tercela, maka bekas yang ditinggalkan oleh sifat tercela tersebut adalah membuat hati tertutupi atau terhalangi dari Allah. Seperti cermin yang setiap hari ditutupi oleh kotoran debu, lambat laun cermin tersebut akan menjadi gelap, kotor dan tidak dapat memantulkan cahaya. Seperti firman Allah dalam surat Al-Muthaffifin (83): 14),”Sesungguhnya apa yang mereka lakukan itulah yang menutupi hati mereka”. Atau yang menyebabkan terkuncinya hati mereka, sebagaimana dalam firmanNya: “...dan seandainya Kami menghendaki, niscaya akan Kami azab mereka karena dosa-dosa mereka; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak lagi dapat mendengar” (QS Al-A'raf:100).
Apabila kekeruhan akibat dosa-dosa makin menebal, akan berlangsunglah Penguncian mati terhadap Hati, sehingga menjadi buta dan tidak memiliki lagi kemampuan untuk menangkap kebenaran dan kebaikan agama. Sebagai akibat, urusan akhirat disepelekan dan urusan dunia diagung-agungkan. Perhatiannya hanya pada urusan keduniawian, dan segala hal yang menyangkut masalah akhirat akan menjadi sesuatu hal yang sambil lalu, masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri, tidak akan pernah menetap dalam hati.
Itulah makna 'Penghitaman Hati karena dosa-dosa' sebagaimana dinyatakan oleh AlQuran dan As-Sunnah. Maimun bin Mahran pernah berkata,”Apabila seseorang melakukan Perbuatan dosa, maka Hatinya akan timbul setitik noda hitam. Jika ia segera berhenti dari perbuatan itu lalu sungguh-sungguh bertobat, akan hilang titik tersebut dan bersih kembali seperti sediakala. Tetapi jika ia melakukannya lagi, akan ditambahkan titik hitam diatasnya, sehingga pada akhirnya ia meliputi seluruh hatinya.” Rasulullah SAW pernah bersabda,”Hati seorang mukmin bagaikan permukaan yang bersih diterangi Pelita. Sedangkan Hati orang kafir hitam dan terbalik permukaannya.”
Kesimpulannya adalah bahwa kepatuhan kepada Allah SWT dengan Mengarahkan Panca inderawi kepada Hal-hal yang benar untuk melawan hawa nafsu, akan mengkilapkan Hati, sedangkan pembangkangan kepada Allah akan menghitamkannya. Maka barang siapa yang sering berbuat dosa, niscaya Hatinya akan menjadi hitam. Dan barang siapa berbuat dosa lalu segera mengikutinya dengan perbuatan kebaikan, dan menghapus bekas-bekas dosanya, maka Hatinya tidak langsung menjadi hitam, hanya saja cahayanya menjadi berkurang. Sama seperti cermin yang tertutup oleh hembusan nafas lalu disapu, kemudian dihembusi lagi dan disapu lagi, walaupun terlihat bersih namun tetap tidak terlepas sama sekali dari kekeruhan.
Nabi Muhammad SAW bersabda,”Ada empat macam Hati yaitu yang pertama Hati yang permukaannya licin dan bersih, didalamnya ada Pelita yang menerangi, itulah Hati orang mukmin. Yang kedua Hati yang hitam dan terbalik permukaannya, yaitu Hati orang kafir. Yang ketiga adalah Hati yang tertutup dan terikat dalam sampul yaitu Hati orang munafik. Dan yang keempat adalah Hati yang pipih, didalamnya ada keimanan bercampur dengan kemunafikan. Perumpaan keimanan yang ada padanya seperti tanaman sayur-sayuran yang sehat karena disirami air yang baik. Sedangkan perumpamaan kemunafikan yang ada padanya seperti bisul yang dipenuhi nanah. Mana diantara keduanya yang lebih dominan, dengan itu pula ia disifati. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
Salah satu Ciri-ciri Hati yang bersih, Ber-Cahaya dan Ber-Takwa, Selalu Mengingat Allah dan ketika ia Lupa kepada Allah serta ditimpa Wasa-was, maka akan segera Ingat kepada Allah, dan akan langsung menyadari kesalahan-kesalahannya.
Seperti dalam firman Allah SWT dalam QS Al-A'raf:201,”Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.”
No comments:
Post a Comment