Sunday 12 April 2015

Melihat Wajah Allah adalah Untuk orang - orang yang Khusus

Amir bin Uqaili. bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, "Ya Rasul Allah, aku bertanya, "Di mana Tuhan kita sebelum menjadikan langit dan bumi?" Maka Beliau menjawab, "Pada waktu itu Tuhan berada di sebuah awan/mendung, di atasnya terdapat hawa dan di bawahnya juga terdapat hawa. Kemudian Allah menjadikan 'Arasynya di atas air."

Dari pernyataan Hadis di atas dapat diketahui bahwa keberadaan Allah adalah Dzat Yang Maha Tersembunyi lagi Maha Gaib. Pada dasarnya tidak ada yang mampu meliput Allah atau melihat keberadaan Allah dengan mata telanjang. Sebab telah dinyatakan dalam firmannya, surat al-An'aam ayat 103 yang artinya : Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat meliput segala penglihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Dan penggalan ayat 255 surat al-Baqoroh yang artinya: Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Berdasarkan kedua ayat di atas, maka Allah itu dapat dipastikan wujudnya, akan tetapi sosok, rupa dan bentuknya masih diliputi dengan misteri, rahasia dan teramat halus lagi samar dan tersembunyi. Dia mempunyai sifat-sifat yang Maha Sempurna dan jauh dari sifat-sifat kekurangan. Tidak ada sesuatu yang berada di alam ini dari segala ciptaannya yang menyerupai dengannya di dalam kekuatan, keindahan ciptaan-Nya dan kesempurnaan wajah-Nya.

Nabi Musa dalam usahanya pada suatu waktu ingin bertemu/ melihat Tuhan. Nabi Musa AS bermunajat di gunung Thur Sina pernah memohon kepada Allah SWT agar ia bisa melihat Tuhannya dengan mata kepalanya sendiri sehingga percakapannya dengan Tuhan tidak terhalang oleh tabir. Ia berkata "Wahai Tuhan, perlihatkanlah diri-Mu kepadaku, supaya aku dapat memandang-Mu!" Maka Allah SWT menjawab berikut :
لَنْ تَرَانِى ياَ مُوسَى ِلأَنَّكَ إِذاَ كُنْتَ مَوْجُوْدًا فَأِناَّ مَفْقُوْدٌ عَنْكَ، وَإِنْ وَجَدْتَنِى فَأَنْتَ مَفْقُوْدٌ ، وَلاَ يُمْكِنُ ِللْحَادِثِ أَنْ يَثْبُتَ عِنْدَ ظُهُوْرِ اْلقَدِيْمِ
Artinya: Engkau tidak akan dapat melihat-Ku, wahai Musa, karena bila engkau ada. Maka Aku hilang dari pandanganmu. Dan bila engkau ketemu Aku, maka engkau hilang (tiada). Dan tidak mungkin bagi yang baharu bisa tetap ada, ketika tampaknya Dzat Yang Maha Qodim.

Nabi Musa tidak mampu menatap wajah Tuhan dengan mata biasa. Untuk itu ia harus masuk alam bawah sadar atau fana. Dalam keadaan ini, Nabi Musa dalam alam kasyaf/fana, dalam situasi tak sadarkan diri, semaput, karena Allah bertajalli padanya lewat gunung (thur Sina) yang bergempa. Maka setelah siuman. Ia mengucapkan kata tasbih, terheran, takjub dari melihat Wajah Tuhan, kemudian bertobat dan menyatakan beriman yang pertamanya selama hidupnya.

Peristiwa tersebut dapat diabadikan di dalam ayat 143 surat al-A'raaf yang artinya: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berbicara (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Maka Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, maka Allah jadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, "Maha suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

Kendatipun demikian ada sedikit ilmu Allah yang telah diberikan kepada hambanya berdasarkan ayat 255 surat al-Baqoroh di atas, dan ayat 28-30 surat al-Jin berikut.
Artinya: (Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa Sesungguhnya Rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan hitungan cermat.

Hal ini dimaksudkan sebagai pengecualian untuk orang-orang tertentu dari kalangan hambanya, bahwa mereka dapat karunia dari Allah. Mereka dapat melihat wajah Tuhan sewaktu mereka di alam tajalli di alam dunia. Pengecualian itu sesuai dengan sifat Allah yang tersembunyi itu bukan dibiarkan tetap tersembunyi, melainkan supaya dikenal oleh para makhluk-Nya, maka menjadikan suatu makhluk yang istimewa, makhluk perantara sebagai tempat dan alat untuk mengenal-Nya, karena padanya dititipkan sifat-sifat, asma dan af'al-Nya. Maka dengan mengenal makhluk ini, berarti mereka mengenal Tuhan. Pernyataan ini sesuai dengan bunyi hadis Qudsi yang artinya, "Aku adalah bagaikan perbendaharaan yang tersembunyi, maka Aku menghendaki supaya Aku dikenal, karena itu Aku menjadikan makhluk, lalu Aku memperkenalkan (sifat-sifat, asma dan af'al diriku) kepada mereka. Dengan mengenal mereka, maka makhluk/manusia lain mengenal Aku.

Perlu ditegaskan di sini bahwa para Nabi, Rasul dan wali mengenal dan menemukan Allah itu di alam fana mereka dan di alam baqa'nya Tuhan. Maka di alam itu Allah bertajalli/menampakkan diri pada mereka. Mereka senantiasa diliputi alam kasyaf, yakni tersingkapnya alam gaib/alam bertirai bagi mereka, menjadi alam yang terang benderang. Alam yang bagi orang lain masih dirasa sebagai alam yang gelap bahkan alam yang hitam pekat (dhulumat), namun bagi para Nabi, Rasul menjadi alam yang transparan. Dengan kejadian ini maka dapat di simpulkan bahwa Tuhan itu oleh orang-orang khusus dapat dilihat di dunia ini. Dan ini tidaklah mustahil, melainkan termasuk perkara yang jaiz atau wenang. Dan kalau mustahil maka Nabi Musa tidak mungkin akan memohon kepada Allah barang yang mustahil. Sayyidina Ali RA sering mengalami fana
atau wuquf dalam aktivitas dzikirnya untuk bertemu Tuhannya, ia berdialog dengan-Nya di alam fana, mengatakan:
وَفِى فَنَائِى فَنَا فَنَائِى وَفِى فَنَائِى وَجَدْتُ أَنْتَ
Artinya; Di dalam alam fanaku, leburlah aku. Dan dalam keadaan lebur itu, aku bertemu Engkau Tuhan.

No comments:

Post a Comment