Sunday, 12 April 2015

SEGALA SESUATU YANG ANDA MILIKI PADA HAKIKATNYA ADALAH ILUSI SEPERTI DALAM MIMPI

Sebagaimana terlihat dengan jelas, merupakan fakta ilmiah dan logis bahwa "dunia luar" tidak memiliki realitas materialistis tetapi merupakan kumpulan citra yang dihadapkan secara terus-menerus kepada jiwa kita oleh Allah. Akan tetapi, orang biasanya tidak memasukkan, atau cenderung tidak mau memasukkan segala sesuatu ke dalam konsep "dunia luar".

Jika Anda memikirkan hal ini dengan tulus dan berani, Anda akan menyadari bahwa rumah, perabotan di dalamnya, mobil yang mungkin baru saja dibeli, kantor, perhiasan, rekening di bank, koleksi pakaian, suami atau istri, anak-anak, rekan sejawat, dan semua yang Anda miliki sebenarnya termasuk dalam dunia luar imajiner yang diproyeksikan kepada Anda. Segala sesuatu yang Anda lihat, dengar, atau cium — singkatnya, Anda tangkap dengan kelima indra adalah bagian dari "dunia imajiner" ini. Suara penyanyi favorit Anda, kerasnya kursi yang Anda duduki, parfum yang aromanya Anda suka, matahari yang menghangatkan tubuh Anda, bunga dengan warna yang indah, burung yang terbang di depan jendela Anda, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun Anda yang subur, komputer yang Anda gunakan di tempat kerja, hi-fi dengan teknologi tercanggih di dunia....

Ini adalah kenyataan, karena dunia ini hanyalah kumpulan citra yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang terbatas dengan persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsi-persepsi ini sengaja dihadirkan secara menggoda dan memikat.

Sebagian besar orang mengabaikan agamanya karena daya tarik kekayaan, rumah, timbunan emas dan perak, uang, perhiasan, rekening bank, kartu kredit, lemari penuh dengan pakaian, mobil model terbaru; singkatnya, semua bentuk kemakmuran yang mereka miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Orang-orang seperti ini hanya memikirkan dunia ini dan melupakan hari akhir. Mereka tertipu oleh wajah dunia yang cantik dan gemerlap ini, dan tidak menegakkan shalat, memberi sedekah kepada kaum miskin, melakukan ibadah yang akan membuat mereka bahagia di hari akhir. Mereka mengatakan, "Masih ada yang harus saya kerjakan", "Saya memiliki cita-cita", "Saya punya tanggung jawab", "Saya tidak punya banyak waktu", "Saya harus menyelesaikan pekerjaan", "Saya lakukan nanti saja". Mereka mengisi hidup dengan berusaha hanya untuk bahagia di dunia ini.

Jika seseorang merenungkan dalam-dalam semua yang disampaikan di sini, dia akan segera menyadari sendiri situasi yang luar biasa dan menakjubkan ini: bahwa semua kejadian di dunia tak lebih dari imajinasi belaka...
Fakta yang kami gambarkan dalam bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah citra, merupakan hal yang sangat penting karena implikasinya membuat semua nafsu dan batas-batas menjadi tidak berarti. Pembuktian fakta ini memperjelas bahwa segala sesuatu yang dimiliki dan diusahakan orang, kekayaan yang diperoleh dengan tamak, anak-anak yang mereka banggakan, suami atau istri yang mereka anggap sebagai bagian terdekat, teman-teman mereka, tubuh mereka, kedudukan tinggi yang mereka pertahankan, sekolah yang telah mereka ikuti, liburan yang mereka lalui: semuanya hanyalah ilusi. Oleh karena itu, semua usaha yang dikerahkan, waktu yang dihabiskan serta ketamakan mereka, terbukti tidak berguna.

Itulah mengapa sebagian orang secara tidak sadar mempermainkan diri sendiri ketika mereka membanggakan kekayaan dan harta, atau "kapal pesiar, helikopter, pabrik, perusahaan, rumah dan tanah" mereka, seolah-olah semuanya benar-benar ada. Orang-orang kaya ini dengan bangga bepergian dengan kapal pesiar mereka, memamerkan mobil-mobil mereka, terus membicarakan kekayaan mereka, menganggap bahwa jabatan menempatkan status mereka lebih tinggi dari orang lain, dan terus berpikir bahwa mereka sukses karena semua itu. Orang-orang ini seharusnya memikirkan status apa yang akan mereka dapati bagi diri mereka setelah menyadari bahwa kesuksesan itu bukan apa-apa melainkan ilusi belaka.

Dalam kenyataannya, pemandangan ini sering terlihat dalam mimpi pula. Dalam mimpi, mereka pun memiliki rumah, mobil balap, perhiasan sangat mahal, gulungan uang, serta timbunan emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga menempati status sosial tinggi, memiliki pabrik dengan ribuan pekerja, memiliki kekuasaan untuk mengatur banyak orang, berpakaian yang membuat setiap orang kagum. Seperti halnya membanggakan kepemilikan dalam mimpi membuat seseorang menjadi bahan ejekan, ia pasti akan dipermalukan juga jika membanggakan citra yang dilihatnya di dunia ini. Bagaimanapun juga, baik yang dilihatnya dalam mimpi maupun yang dimilikinya di dunia ini hanyalah citra dalam otak.

Sama halnya, cara orang bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang dialami di dunia akan membuat mereka malu ketika menyadari kenyataan sebenarnya. Mereka yang saling bertengkar sengit, berteriak-teriak marah, menipu, menerima suap, terlibat pemalsuan, berbohong, rakus menimbun uang, berbuat salah terhadap orang lain, memukul dan mengutuk orang lain, menjadi penindas, berambisi pada pekerjaan dan status, iri hati, pamer, menganggap diri sendiri suci, dan sebagainya, akan malu ketika menyadari bahwa mereka telah melakukan semua perbuatan ini dalam mimpi.
Karena Allah lah yang menciptakan semua citra ini. Dia lah pemilik akhir segala sesuatu. Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang menyebabkan hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sampai tahap ini, ada satu hal yang harus dipahami dengan baik: di sini tidak dikatakan bahwa fakta yang Anda hadapi menyatakan "semua kepemilikan, kekayaan, anak, suami/istri, teman-teman, status yang menjadikan Anda kikir akan lenyap cepat atau lambat, dan oleh karena itu, semuanya tidak berarti". Yang tepat adalah bahwa "semua hal yang tampaknya Anda miliki sebenarnya tidak ada sama sekali, seluruhnya hanya sebuah mimpi dan tersusun atas citra yang diperlihatkan Allah untuk menguji Anda". Bisa Anda lihat, ada perbedaan besar antara kedua pernyataan di atas.
Meskipun seseorang tidak langsung mau mengakui fakta ini dan lebih suka menipu diri sendiri dengan berasumsi bahwa segala sesuatu yang dimilikinya benar-benar ada, pada akhirnya ia akan mati dan segala sesuatu akan menjadi jelas pada saat ia diciptakan kembali di hari akhir nanti. Akan tetapi, jika ia menghabiskan waktu hidupnya mengejar tujuan-tujuan imajiner, ia akan berharap tidak pernah menjalani hidup tersebut .
Apa yang harus dilakukan oleh manusia bijak, di lain pihak, adalah mencoba memahami kenyataan terbesar alam semesta di sini, di dunia ini, ketika ia masih memiliki waktu. Jika tidak, ia hanya akan menghabiskan hidupnya untuk mengejar mimpi dan menghadapi hukuman pedih di akhirat kelak.

Logika Pendek Materialis

Sejak awal bab ini, dengan jelas dinyatakan bahwa materi bukan wujud mutlak seperti yang dikatakan materialis, melainkan kumpulan rasa yang diciptakan Allah. Materialis menolak mentah-mentah realitas yang merusak filsafat mereka dan mengajukan antitesis yang tidak berdasar.

Sebagai contoh, salah satu pendukung filsafat materialisme abad ke-20, seorang Marxis tulen bernama George Politzer memberikan "contoh bis" sebagai "bukti terkuat" keberadaan materi. Menurutnya, filsuf-filsuf yang berpikir bahwa materi adalah persepsi, akan lari ketika mereka melihat bis (yang akan menabrak mereka), dan ini bukti eksistensi fisik materi.9
Ketika seorang materialis terkenal lainnya, Johnson, diberitahu bahwa materi hanya kumpulan persepsi, dia mencoba "membuktikan" eksistensi fisik batu dengan menendangnya.

Contoh serupa diperlihatkan oleh Friedrich Engels, pembimbing Politzer dan pendiri materialisme dialektik bersama Marx. Ia pernah menulis "jika kue yang kita makan hanya persepsi, maka kue itu tidak akan menghilangkan rasa lapar kita".11
Masih banyak contoh dan kalimat kasar lainnya seperti "Anda akan mengerti eksistensi materi setelah Anda ditampar" dalam buku-buku materialis terkenal seperti Marx, Engels, Lenin dan lainnya.

Kekacauan pemahaman yang menyebabkan materialis memberikan contoh-contoh di atas adalah karena penjelasan "materi adalah persepsi" dipahami sebagai "materi adalah permainan cahaya". Mereka berpikir bahwa konsep persepsi hanya pada penglihatan dan bahwa persepsi seperti sentuhan memiliki korelasi fisik. Contoh bis yang menabrak orang membuat mereka berkata, "Lihat, terjadi tabrakan, jadi itu bukan persepsi". Mereka tidak memahami bahwa semua persepsi yang dialami dalam tabrakan bis seperti hantaman, benturan, dan rasa sakit terbentuk dalam otak.

Mimpi sebagai Contoh

Contoh terbaik untuk menjelaskan realitas ini adalah mimpi. Seseorang dapat mengalami kejadian yang sangat nyata dalam mimpinya. Dia bisa jatuh dari tangga sehingga kakinya patah, mengalami kecelakaan mobil yang fatal, tergilas bis, atau makan kue dan merasa kenyang. Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari itu juga dialami dalam mimpi secara meyakinkan dan menimbulkan perasaan yang sama pula.

Seseorang yang bermimpi bahwa dirinya tertabrak bis dapat membuka matanya kembali di rumah sakit masih dalam mimpinya dan menyadari bahwa dirinya cacat, tetapi semuanya hanya mimpi. Dia juga bisa bermimpi bahwa dia meninggal dalam sebuah tabrakan mobil, malaikat maut mengambil jiwanya, dan kehidupannya di alam baka dimulai. (Kejadian yang sama dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini, yang sebenarnya hanya persepsi seperti mimpi tersebut.)

Orang ini dengan sangat jelas menangkap citra, suara, rasa benturan, cahaya, warna, dan semua perasaan lain yang berkaitan dengan kejadian yang dialaminya di dalam mimpi. Persepsi yang diterima dalam mimpinya sama wajarnya dengan persepsi dalam kehidupan "nyata". Kue yang dimakannya di dalam mimpi mengenyangkannya, meskipun kue tersebut hanya persepsi, sebab rasa kenyang pun merupakan persepsi. Padahal pada saat itu, dalam kenyataan, orang ini sedang berbaring di tempat tidur. Sebenarnya tidak ada tangga, lalu lintas, dan bis. Orang yang bermimpi mengalami serta melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di dunia luar. Kenyataan bahwa di dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan kejadian-kejadian tanpa korelasi fisik dengan "dunia luar", secara jelas mengungkapkan bahwa "dunia luar" sebenarnya hanya terdiri dari persepsi-persepsi.

Mereka yang meyakini filsafat materialisme, dan terutama penganut Marxisme, menjadi sangat marah ketika kenyataan ini diungkapkan. Mereka mengutip contoh-contoh pemikiran dangkal dari Marx, Engels, atau Lenin dan membuat pernyataan yang emosional.

Akan tetapi, orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga dapat membuat pernyataan ini di dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca "Das Kapital", menghadiri pertemuan, berkelahi dengan polisi, terkena pukulan di kepala, bahkan merasakan sakit pada luka-luka mereka. Ketika mereka ditanya dalam mimpi, mereka akan berpikir bahwa apa yang mereka alami dalam mimpi juga terdiri atas "materi absolut"— sebagaimana mereka menganggap segala sesuatu yang mereka lihat ketika bangun adalah "materi absolut". Akan tetapi, baik dalam mimpi atau dalam kehidupan sehari-hari, semua yang mereka lihat, alami atau rasakan hanya terdiri atas persepsi-persepsi.

DUNIA DI DALAM MIMPI

Bagi Anda, realitas adalah semua yang dapat disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Di dalam mimpi, Anda juga dapat "menyentuh dengan tangan dan melihat dengan mata Anda", namun dalam kenyataan, Anda tidak memiliki tangan dan mata, juga tidak ada yang dapat disentuh atau dilihat. Tidak ada realitas material yang membuat hal ini terjadi kecuali otak Anda. Anda telah tertipu.

Apakah yang memisahkan kehidupan nyata dengan mimpi? Pada dasarnya kedua bentuk kehidupan tersebut terjadi di dalam otak. Jika kita dengan mudah dapat hidup dalam dunia tak nyata selama bermimpi, hal yang sama dapat terjadi di dunia yang kita diami. Ketika kita terbangun dari sebuah mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang kita sebut "kehidupan nyata". Anggapan kita bahwa mimpi adalah khayalan dan dunia sadar adalah dunia sesungguhnya, merupakan kebiasaan dan praduga. Jadi bisa saja kita dibangunkan dari kehidupan di bumi — yang kita anggap tempat kita hidup sekarang — sebagaimana kita dibangunkan dari sebuah mimpi.

Contoh Penyambungan Saraf secara Paralel

Marilah kita pikirkan tabrakan mobil yang dicontohkan Politzer. Dalam kecelakaan ini, jika saraf orang yang tertabrak — yang menghubungkan kelima indra dengan otaknya — dihubungkan dengan otak orang lain, misalnya otak Politzer, melalui sambungan paralel, maka pada saat bis menabrak orang tersebut, bis yang sama akan menabrak Politzer yang sedang duduk di rumahnya. Dengan kata lain, semua perasaan yang dialami orang tersebut akan dialami oleh Politzer, seperti halnya lagu yang sama didengarkan dari dua pengeras suara yang terhubungkan ke tape recorder yang sama. Politzer akan merasa, melihat dan mengalami bunyi rem bis, benturan bis pada tubuhnya, gambaran lengan patah dan darah tertumpah, nyeri patah tulang, gambaran dirinya memasuki ruang operasi, kerasnya gips dan lemahnya tangan.
Setiap orang yang terhubung ke saraf tersebut secara pararel, akan mengalami kejadian yang sama dari awal hingga akhir seperti Politzer. Jika orang dalam kecelakaan tersebut mengalami koma, mereka semua akan mengalami koma. Bahkan jika semua persepsi yang berkaitan dengan kecelakaan direkam dalam suatu alat dan jika semua persepsi ini ditransmisikan ke seseorang, maka bis akan menabrak orang ini berkali-kali.

Dengan demikian, bis penabrak manakah yang benar-benar ada? Filosofi materialis tidak memiliki jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar adalah mereka semua mengalami kecelakaan mobil secara mendetail di dalam pikiran mereka sendiri.

Prinsip yang sama berlaku pada contoh kue dan batu. Jika saraf dari organ indra Engels, yang merasa puas dan kenyang setelah makan kue, dihubungkan secara pararel ke otak orang kedua, maka orang ini juga akan merasa kenyang seperti Engels. Jika saraf Johnson, yang merasakan kakinya sakit ketika menendang batu dengan keras, dihubungkan ke orang kedua secara paralel, orang ini juga akan merasakan sakit yang sama.

Jadi, kue atau batu mana yang benar-benar ada? filsafat materialis kembali tidak mampu memberikan jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan konsisten adalah: baik Engels dan orang kedua telah memakan kue dalam pikiran mereka dan merasa kenyang; baik Johnson dan orang kedua mengalami saat-saat menendang batu dalam pikiran mereka.

Mari kita buat perubahan dalam contoh kasus Politzer. Kita hubungkan saraf orang yang tertabrak bis ke otak Politzer, dan sebaliknya kita hubungkan saraf Politzer yang duduk di rumah ke otak orang yang tertabrak bis. Dalam kasus ini, Politzer akan merasa bahwa bis telah menabraknya meskipun dirinya sedang duduk di rumah; sedangkan orang yang sebenarnya tertabrak tidak akan pernah merasakan akibat kecelakaan tersebut dan merasa bahwa dirinya sedang duduk di rumah Politzer. Logika yang sama berlaku pula untuk contoh kue dan batu.

Sebagaimana terlihat, manusia tidak mungkin melampaui dan terlepas dari indranya. Dalam hal ini, jiwa manusia dapat dihadapkan pada semua macam situasi meskipun tidak memiliki tubuh, tidak berwujud materi dan tidak memiliki bobot materi. Tidak mungkin manusia menyadari hal ini karena ia berasumsi bahwa citra tiga dimensi ini benar-benar ada dan sangat meyakini keberadaannya karena setiap orang tergantung pada persepsi yang dibentuk oleh organ-organ sensorinya.

Filsuf Inggris terkemuka, David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:
Sejujurnya, ketika saya menempatkan diri pada apa yang saya sebut ‘diri sendiri’, saya selalu mengakui persepsi tertentu yang berhubungan dengan panas atau dingin, terang atau gelap, cinta atau benci, asam atau manis atau konsep-konsep lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat menemukan diri sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak dapat mengamati apa pun.

Kita tidak akan pernah mampu melangkah lebih jauh dari pengindraan ini dan merasakan materi sebagaimana "wujud aslinya", sehingga sama sekali tidaklah masuk akal untuk merumuskan pemikiran [filsafat] apa pun yang menganggap materi sebagai wujud mutlak yang dapat kita rasakan langsung. Sebagai sebuah teori, materialisme benar-benar tidaklah memiliki landasan, sejak awal kemunculannya.


Pembentukan Persepsi dalam Otak Bukan Filsafat Melainkan Fakta Ilmiah

Materialis mengatakan bahwa apa yang telah kita bahas dalam buku ini adalah pandangan filsafat. Akan tetapi, pernyataan bahwa "dunia luar" merupakan kumpulan persepsi adalah fakta ilmiah yang jelas, bukan sebentuk filsafat. Bagaimana citra dan perasaan terbentuk di dalam otak telah diajarkan secara detail di semua sekolah kedokteran. Fakta-fakta tersebut, yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20, khususnya bidang fisika, dengan jelas menunjukkan bahwa materi tidak memiliki realitas absolut dan bahwa setiap orang dapat dikatakan sedang mengamati "monitor di dalam otaknya".

Setiap orang yang meyakini ilmu pengetahuan, baik ia ateis, penganut Buddha, atau meyakini pandangan lain, harus menerima fakta ini. Seorang materialis mungkin mengingkari keberadaan Pencipta namun ia tidak dapat menolak kenyataan ilmiah ini.

Ketidakmampuan Karl Marx, Friedrich Engels, Georges Politzer dan lainnya memahami fakta sederhana dan jelas ini masih mengejutkan, sekalipun pemahaman dan kemungkinan ilmu pengetahuan di masa mereka memang tidak mencukupi. Di masa sekarang, kemajuan ilmu dan teknologi serta penemuan-penemuan terakhir mempermudah kita memahami fakta ini. Akan tetapi, materialis justru diliputi ketakutan untuk memahami fakta ini dan menyadari bagaimana keyakinan mereka akan hancur karenanya.

Ketakutan Besar Materialis

Pokok bahasan ini mengungkapkan fakta bahwa materi hanya suatu persepsi. Untuk sementara waktu, tidak ada serangan balik yang substansial dari kalangan materialis Turki terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di sini. Karenanya, kami mendapat kesan bahwa maksud kami belum mereka tangkap dengan jelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut. Akan tetapi, belum lama ini, terungkap bahwa materialis merasa gelisah atas kepopuleran pemikiran ini dan bahkan sangat takut padanya.

Materialis dengan gencar mengungkapkan ketakutan dan kepanikan mereka melalui berbagai terbitan, konferensi dan diskusi panel. Wacana mereka yang propagandis dan tanpa harapan menyiratkan bahwa mereka mengalami krisis intelektual yang hebat. Keruntuhan ilmiah teori evolusi, yang menjadi dasar keyakinan mereka, telah sangat mengejutkan mereka. Sekarang mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai kehilangan materi itu sendiri, inti keyakinan yang lebih penting daripada Darwinisme. Ini membuat mereka lebih terpukul. Mereka menyatakan bahwa selain merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka, permasalahan ini juga "merusak struktur budaya mereka".
Penulis materialis Turki, Rennan Pekunlu mengatakan bahwa "teori evolusi tidaklah sepenting ini, ancaman sesungguhnya adalah subjek ini", karena meniadakan materi, satu-satunya konsep yang diyakininya.

Salah seorang materialis yang menyatakan kepanikan dan kecemasan secara terang-terangan adalah Renan Pekunlu, akademisi dan penulis majalah Bilim ve Utopya (Ilmu Pengetahuan dan Utopia). Dalam artikel majalah yang membela materialisme ini dan diskusi panel yang diikutinya, Rennan Pekunlu menyatakan buku Keruntuhan Teori Evolusi (Evolution Deceit) sebagai "ancaman" nomor satu terhadap materialisme. Ia sudah cukup risau dengan bab-bab yang meruntuhkan Darwinisme, tetapi bagian yang Anda baca sekarang adalah bagian yang paling mengganggunya. Kepada para pembaca dan (hanya segelintir) peserta diskusinya, Pekunlu berpesan, "Jangan biarkan diri Anda hanyut dalam indoktrinasi idealisme dan jagalah keyakinan Anda pada materialisme". Ia merujuk Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi berdarah di Rusia, sebagai panutan. Sambil menyarankan setiap orang membaca buku Lenin yang berjudul Materialism and Empirio-Criticism dan sudah berumur satu abad, Pekunlu hanya dapat mengulang kata-kata Lenin: "Jangan memikirkan persoalan ini, atau Anda akan kehilangan materialisme dan terhanyut oleh agama". Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada majalah Bilim ve Utopya, Pekunlu mengutip pernyataan Lenin berikut:
Sekali Anda menolak realitas kebendaan, menyerah pada pengindraan, Anda telah kehilangan segala daya untuk melawan fideisme*), karena Anda telah tergelincir kepada agnotisisme**) atau subjektivisme***) — hanya itu yang dibutuhkan fideisme. Satu cakar saja terjerat, seekor burung tertangkap. Dan semua pengikut kita akan terjerat dalam idealisme, yaitu fideisme yang tidak kentara; mereka terjerat segera setelah menganggap "pengindraan" bukan lagi suatu citra dunia luar tetapi sebagai "unsur" khusus. Pengindraan, pikiran, jiwa dan keinginan bukan seperti itu adanya.

Kata-kata ini secara eksplisit menunjukkan bahwa fakta yang menggusarkan Lenin dan ingin ia keluarkan dari pikirannya dan "kameradnya"; yang juga meresahkan materialis dewasa ini. Akan tetapi, Pekunlu dan materialis lain mengalami keadaan lebih menyusahkan; karena mereka sadar bahwa sekarang fakta ini dikemukakan dengan cara dan bentuk lebih eksplisit dan meyakinkan daripada 100 tahun lalu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, persoalan ini dijelaskan dengan cara yang tidak mungkin ditolak.

Meski demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis tidak sungguh-sungguh menanggapi fakta bahwa "materi hanyalah ilusi". Persoalan yang dijelaskan dalam bab ini adalah salah satu persoalan paling penting dan menarik yang pernah dijumpai seseorang dalam hidupnya. Mereka pasti belum pernah menghadapi persoalan sepenting ini sebelumnya. Namun, reaksi ilmuwan-ilmuwan itu atau sikap mereka dalam ceramah dan artikel mereka mengisyaratkan betapa dangkalnya pemahaman mereka.

Reaksi sebagian materialis terhadap permasalahan yang didiskusikan di sini menunjukkan bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah merusak logika mereka, sehingga semakin sulit memahami persoalan ini. Sebagai contoh, Alaettin Senel, yang juga seorang akademisi dan penulis untuk Bilim ve Ütopya, berpesan seperti Rennan Pekunlu: "Lupakan keruntuhan Darwinisme, ancaman sungguhnya adalah persoalan ini". Dia juga membuat tuntutan seperti "Buktikan saja apa yang Anda katakan" karena merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar. Yang lebih menarik adalah dalam salah satu tulisannya, ia menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dapat memahami fakta yang dianggapnya sebagai ancaman ini.

Dalam sebuah artikel yang ditulis khusus membahas masalah ini, Senel menerima bahwa dunia luar ditangkap oleh otak sebagai sebuah citra. Akan tetapi, kemudian ia menyatakan bahwa citra terbagi menjadi dua jenis yaitu citra berkorelasi fisik dan citra yang tidak berkolerasi fisik, dan bahwa citra dunia luar termasuk ke dalam citra yang berkolerasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia memberikan "contoh telepon". Ringkasnya, ia menulis: "Saya tidak tahu apakah citra dalam otak saya berkolerasi dengan dunia luar atau tidak, tetapi hal yang sama berlaku ketika saya berbicara di telepon. Ketika saya berbicara di telepon, saya tidak dapat melihat orang yang saya ajak bicara, tetapi saya dapat mengkonfirmasikan percakapan tersebut ketika saya bertemu langsung dengannya."

Dengan pernyataan di atas, Senel sebenarnya bermaksud menyatakan: "Jika kita meragukan persepsi kita, kita dapat melihat pada materi itu sendiri dan memeriksa realitasnya". Konsep ini jelas-jelas salah karena kita tidak mungkin menjangkau materi itu sendiri. Kita tidak dapat keluar dari pikiran kita dan mengetahui apakah "luar" itu. Apakah suara dalam telepon berkorelasi atau tidak, dapat dikonfirmasikan pada lawan bicara di telepon. Namun, konfirmasi ini juga hanya persepsi yang dialami otak kita.

Sebenarnya, orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama di dalam mimpi mereka. Sebagai contoh, Senel dapat saja melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di telepon dan kemudian meminta orang yang ia ajak bicara mengkonfirmasikan pembicaraan tersebut. Atau Pekunlu dalam mimpinya mengalami "ancaman serius" dan menyarankan orang-orang membaca buku-buku Lenin yang sudah kuno. Apa pun yang mereka lakukan, para materialis ini tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa kejadian-kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka ajak bicara di dalam mimpi hanyalah persepsi belaka.

Lalu kepada siapakah seseorang dapat mengkonfirmasi bahwa citra di dalam otak berkorelasi atau tidak? Apakah kepada wujud bayangan di dalam otaknya lagi? Tak diragukan lagi, materialis mustahil menemukan sumber informasi yang dapat memberikan data mengenai keadaan di luar otak dan mengkonfirmasikannya.

Mengakui bahwa semua persepsi terbentuk di dalam otak, tetapi juga mengasumsikan bahwa seseorang dapat melangkah "keluar" dari otak dan mengkonfirmasikan persepsi ini pada dunia luar, menunjukkan kapasitas pemahaman yang terbatas dan penalaran yang terganggu.

Sebenarnya fakta yang dijelaskan di sini dapat dengan mudah ditangkap oleh orang dengan tingkat pemahaman dan penalaran normal. Setiap orang yang berpikiran lurus akan mengetahui, sehubungan dengan semua yang telah kita bicarakan, bahwa ia mustahil menguji keberadaan dunia luar dengan indranya. Namun, terlihat jelas bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah mengganggu penalaran manusia. Oleh karenanya, materialis kontemporer menunjukkan gangguan logika berat seperti guru-guru mereka yang mencoba "membuktikan" keberadaan materi dengan menendang batu atau memakan kue.
Seperti telah dikatakan sebelumnya pula, kondisi ini bukan sesuatu yang mengherankan; sebab ketidakmampuan memahami adalah sifat umum semua orang yang tidak beriman.


Materialis Telah Terperosok dalam Perangkap Terbesar Sepanjang Sejarah

Di Turki, gelombang kepanikan yang melanda kalangan materialis, seperti beberapa contoh terdahulu, menunjukkan bahwa materialis menghadapi kekalahan telak yang belum pernah mereka hadapi sepanjang sejarah. Fakta bahwa materi hanyalah persepsi telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Fakta ini dikemukakan dalam sangat jelas, jujur dan kuat. Yang tersisa bagi materialis hanya keruntuhan seluruh dunia materi, dunia yang mereka percayai secara buta dan menjadi sandaran selama ini.

Sepanjang sejarah manusia, pemikiran materialis selalu hadir. Mereka menentang Allah yang menciptakan mereka karena sangat yakin pada diri sendiri dan filsafat yang mereka pegang. Skenario yang mereka rumuskan menyatakan bahwa materi tidak bermula dan tidak pula berakhir, dan semua materi tidak mungkin memiliki Pencipta. Mereka mengingkari Allah hanya karena kesombongan, dengan berlindung di balik materi yang mereka anggap memiliki keberadaan nyata. Mereka begitu meyakini filsafat ini sehingga menganggap tak mungkin ada penjelasan yang membuktikan sebaliknya.
Semua alasan di atas menjelaskan mengapa fakta-fakta yang disajikan dalam buku ini, yang berkaitan dengan sifat-sifat sejati materi, sangat mengejutkan mereka. Penjelasan buku ini telah menghancurkan dasar filsafat mereka dan tak menyisakan apa pun untuk dibicarakan lagi. Materi, yang telah menjadi dasar pemikiran, kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, lenyap tiba-tiba. Bagaimana materialisme bisa bertahan jika materi tidak ada?

Allah menjebak materialis dengan membuat mereka berasumsi bahwa materi benar-benar ada, dan mempermalukan mereka dengan cara-Nya. Materialis beranggapan bahwa harta benda, status, jabatan, masyarakat lingkungan mereka, seluruh dunia dan lain-lainnya benar-benar ada, dan dengan mengandalkan semua itu mereka menjadi sombong terhadap Allah. Mereka menentang Allah dengan kesombongan yang melengkapi ketidakpercayaan mereka. Mereka sepenuhnya bergantung pada materi. Akan tetapi, mereka benar-benar tidak memahami bahwa Allah meliputi segala sesuatu.

Barangkali inilah kekalahan terbesar sepanjang sejarah. Sementara materialis menjadi sombong atas kemauan sendiri, mereka mengobarkan peperangan terhadap Allah, dengan cara memunculkan sesuatu yang berlebih-lebihan untuk melawannya.

Ketika orang-orang yang tidak beriman mencoba menyusun rencana, mereka tidak menyadari sebuah fakta penting sebagaimana ditekankan dengan kalimat "mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya" dalam ayat tersebut. Faktanya, segala sesuatu yang mereka alami adalah gambaran yang sengaja dirancang untuk mereka tangkap, dan seluruh rencana yang mereka susun hanyalah citra yang terbentuk di dalam otak mereka, seperti juga seluruh tindakan yang mereka lakukan. Kebodohan telah membuat mereka lupa bahwa tidak ada yang bersama mereka selain Allah, dan karenanya, mereka terjebak dalam rencana jahat mereka sendiri.

Sebagaimana kaum tidak beriman di zaman dahulu, kaum tidak beriman yang hidup sekarang juga menghadapi kenyataan yang akan menghancurkan rencana jahat mereka sampai ke akar-akarnya.
Begitu pula materialisme, menjadi "fatamorgana" bagi para pembangkang seperti yang disebutkan dalam ayat itu; ketika mereka menemukan jalan keluar, yang mereka dapati hanya ilusi. Allah telah menipu mereka dengan fatamorgana seperti itu, dan memperdaya mereka untuk menerima kumpulan citra ini sebagai suatu kenyataan. Semua orang "penting" tersebut; profesor, ahli astronomi, ahli biologi, ahli fisika dan lain-lain, apa pun pangkat dan jabatan mereka, benar-benar telah tertipu seperti anak-anak, dan dipermalukan karena mereka mempertuhankan materi. Mereka membangun filsafat dan ideologi di atas asumsi bahwa kumpulan citra tersebut absolut. Mereka terlibat dalam pembicaraan serius dan menyebutnya wacana "intelektual". Mereka menganggap diri mereka cukup bijaksana untuk menawarkan suatu argumentasi tentang kebenaran alam semesta, bahkan membantah Tuhan dengan kecerdasan mereka yang terbatas.

Bisa saja mereka lolos dari jebakan lain; tetapi rencana yang telah ditetapkan Allah untuk orang-orang tidak beriman begitu sempurna sehingga tidak ada jalan untuk meloloskan diri. Apa pun yang mereka lakukan atau kepada siapa pun mereka meminta pertolongan, mereka tidak akan pernah menemukan penolong selain Allah.

Materialis tidak pernah menyangka akan jatuh ke dalam perangkap seperti ini. Berbekal seluruh kecanggihan abad ke-21, mereka mengira dapat bertahan dengan pengingkaran mereka dan mengajak orang lain untuk ingkar pula.
Fakta yang disampaikan ayat ini berarti: materialis harus menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanya ilusi, dan karenanya semua itu telah dihancurkan. Saat mereka menyaksikan seluruh harta benda, pabrik, emas, uang, anak, suami/istri, teman, pangkat dan status, bahkan tubuh mereka, semua yang mereka anggap ada, terlepas dari genggaman, mereka telah "dihancurkan".

Tidak diragukan lagi, menyadari kebenaran ini mungkin merupakan hal terburuk bagia materialis. Fakta bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanyalah ilusi, adalah sama dengan — menurut istilah mereka — "kematian sebelum ajal" di dunia ini.

Mereka yang menjadikan materi sebagai tuhannya telah datang dari Allah dan akan kembali pada-Nya. Mau atau tidak, mereka telah menyerahkan kehendak mereka kepada Allah. Sekarang mereka menunggu Hari Perhitungan di mana setiap orang akan dipanggil untuk diadili. Betapa pun mereka tidak berkeinginan untuk memahaminya.

Kesimpulan

Topik yang telah kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar yang pernah Anda temui dalam hidup Anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia materi ini sesungguhnya hanyalah "wujud bayangan", topik ini menjadi kunci untuk memahami keberadaan Allah dan penciptaan oleh-Nya, di samping untuk memahami bahwa Dialah satu-satunya wujud mutlak.

Mereka yang memahami permasalahan ini sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat seperti anggapan orang pada umumnya. Dunia bukanlah tempat mutlak yang benar-benar ada, seperti yang dipikirkan oleh mereka yang mengembara tanpa tujuan di jalanan, yang bertengkar di klab-klab, yang menyombongkan diri di kafe-kafe mewah, yang membanggakan rumah dan tanah, atau yang mengabdikan hidup mereka untuk tujuan palsu. Dunia hanyalah kumpulan persepsi, sebuah ilusi. Semua orang yang telah kami kutip sebelumnya hanya wujud bayangan yang menyaksikan persepsi ini di dalam otak mereka: meskipun demikian mereka tidak menyadari hal ini.

Konsep ini sangat penting karena meruntuhkan filsafat materialis yang menolak keberadaan Allah, dan menghancurkan filsafat tersebut. Inilah sebabnya materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin menjadi panik dan gusar, dan memperingatkan pengikut mereka "untuk tidak memikirkannya" jika ada orang yang menyampaikan konsep ini. Sesungguhnya orang-orang seperti ini cacat mentalnya sehingga tidak dapat memahami fakta bahwa persepsi terbentuk dalam otak. Mereka menganggap dunia yang mereka saksikan di dalam otak adalah "dunia luar". Mereka tidak dapat memahami bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya.

Anda dapat mengkaji lebih jauh lagi dengan menggunakan kekuatan refleksi pribadi Anda. Untuk itu Anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan merenungkan cara Anda melihat benda-benda di sekeliling Anda dan cara Anda menyentuhnya. Jika Anda berpikir dengan penuh konsentrasi, Anda dapat merasakan bahwa wujud bijak yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku pada saat ini hanyalah jiwa. Jiwa ini pula yang menyaksikan persepsi yang disebut "materi" pada sebuah layar. Orang yang telah memahami hal ini dianggap telah beranjak dari tataran dunia materi yang telah menipu sebagian besar kemanusiaan, dan masuk ke dalam tataran eksistensi sesungguhnya.

Dalam zaman kita hidup, fakta ini telah teruji secara empiris berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fakta bahwa alam semesta adalah wujud bayangan telah digambarkan secara nyata, jelas dan eksplisit.
Dengan alasan inilah, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah di mana manusia pada umumnya akan memahami realitas ilahiah dan akan berbondong-bondong menuju Allah, satu-satunya Wujud Mutlak. Dalam abad ke-21, paham materialistis abad ke-19 akan dibuang ke keranjang sampah sejarah, eksistensi dan penciptaan Allah akan dipahami, seperti dipahaminya fakta ketiadaan ruang dan waktu, manusia akan terbebaskan dari selubung, penipuan dan takhayul kuno yang menyelimuti mereka.

Tidak mungkin kenyataan tak terbantahkan ini dapat dihalangi oleh suatu wujud bayangan.

No comments:

Post a Comment