Sunday, 12 April 2015

DIA TIDAK DAPAT DICAPAI DENGAN PENGLIHATAN MATA

Allah berfirman:

لَا تُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ اْلأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ.
]الأنعام: 10[

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (al-An’aam: 103).

kalimat لاَ تُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ, ayat ini sama sekali tidak menunjukkan peniadaan ru’yah, karena makna kata “idrak” (mencapai/meliputi) sangat berbeda dengan dengan kata “ru’yah” (melihat).

Dua kalimat ini Allah سبحانه وتعالى sebutkan bersama-sama dalam satu ayat dalam surat asy-Syu’ara ayat 61 sebagai berikut:
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ. قَالَ كَلاَّ.. ]الشعراء: 61-62[
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul… (asy-Syu’ara: 61-62)

Ayat ini menceritakan bahwa pasukan Musa dengan pasukan Fir’aun sudah saling melihat. Pengikut Musa khawatir kalau mereka akan terkejar dan terkepung. Maka Musa membantahnya dengan mengatakan “tidak”. Berarti kata “terlihat” belum tentu “terliputi”. Inilah perbedaan antara kata “ru’yah” dengan kata “idrak”. Jadi, kalau Allah dalam ayat di atas menafikan “idrak” bukan berarti menafikan “ru’yah”.

Allah سبحانه وتعالى menafikan ‘idrak’ untuk menunjukkan betapa agung dan besarnya Dia, sehingga tidak ada satu mahlukpun yang bisa meliputinya dengan mata mereka (Dinukil dari Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 191-192)

Berkata Ibnu Abil ‘Izzi: “Allah dilihat (ru’yah) tetapi tidak bisa diliputi (idrak). Ucapan Allah “لاَ تُدْرِكُهُ اْلأَبْصَارُ” menunjukkan kesempurnaan keagungan Allah. Dan Dia lebih besar dari segala sesuatu, karena kesempurnaan keagungan-Nya tidak mungkin ada sesuatu yang dapat meliputinya. (Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 193)

No comments:

Post a Comment