Sunday 12 April 2015

I'tikaf di Dalam Masjid Hati untuk dapat Melihat Cahaya Seribu Bulan

Ta’rif (definisi) I’tikaf
Kata I’tikaf secara bahasa (lughah) dapat berarti menahan sesuatu, hal ini sebagaimana firman Allah swt.,
وَالْهَدْيَ مَعْكُوفاً أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّه
Artinya: “dan menghalangi/Menahan hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya”. (QS. Al-Fath: 25).

Dalil dari al-Quran
Allah swt., berfirman,
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Artinya: Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. QS. Al-Baqarah: 125)

Juga firman-Nya:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِد
Artinya: “Janganlah kalian mencampuri mereka (istri), sedang kalian sedang i’tikaf di masjid. (QS. Al Baqarah: 187)
Kedua ayat ini menjadi pembatas bahwa I’tikaf itu hanya disyariatkan dilakukan di (dalam) masjid dan tidaklah dikatakan i’tikaf menurut syara’ jika dilakukan di meunasah, balai, surau, mushalla dan lainnya.

Hal-hal yang diharus dijauhi oleh mu’takifin (orang-orang yang I’tikaf)

Ummul Mukminin ‘Aisyah ra., berkata:
والسنة في المعتكف ألا يخرج الا للحاجة التي لابد منها ولا يعود مريضا ولا يمس امرأة ولا يباشرها ولا اعتكاف الا في مسجد جماعة والسنة فيمن اعتكف أن يصوم
“Dan menjadi sunnah bagi orang yang I’tikaf bahwa hendaknya ia tidak keluar kecuali karena hajat yang diperlukan, dan janganlah ia pergi untuk menjenguk orang sakit dan janganlah menyentuh wanita (istrinya) dan bermesraan dengannya dan tidak sah I’tikaf kecuali di masjid dan termasuk sunnah bagi siapa yang I’tikaf hendaknya ia berpuasa” (HR. al-Baihaqi 4/315, Abu Daud no. hadits 2262, Syeikh Al-Albani berkata, “Sanadnya Hasan”. Irwa’ al-Ghalil 4/139)

Syeikh Shalih al-Utsaimin berkata,
“Keluarnya orang yang I’tikaf, yakni keluar dengan alasan/maksud yang tidak syar’i maka ini membatalkan I’tikafnya baik disyaratkan ataupun tidak seperti keluarnya untuk berjual-beli, bermain, mengunjungi dan berkumpul dengan keluarganya dan sebagainya.” (Syarh al-Mumthi’, 6/25

Istilah masjid dalam bahasa Arab berasal dari sajada yang berarti bersujud (menyembah).Kata sajada yang  mendapat awalan ma sehingga membentuk kata masjid mengandung arti tempat sujud, tempat ber-Ibadah kepada Allah. 

Hadits yang diriwayatkan Turmudzi dari Abi Sa’id al-Chudri yang berbunyi bahwa “tiap potong tanah itu adalah masjid.” Selain itu dalam hadits yang lain Nabi Muhammad saw menerangkan bahwa “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku tempat sujud.”
Dari keterangan kedua hadits tersebut jelas bahwa arti masjid itu sebenarnya adalah tempat sujud, bukan saja hanya mengenai sebuah gedung atau bangunan atau tempat ibadat yang tertentu seperti yang digunakan pada umumnya dewasa ini. Masjid dewasa ini digunakan dalam arti khusus yang menunjuk pada suatu bangunan, perumahan, atau gedung yang digunakan untuk tempat mengerjakan sembahyang atau solat.

Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa, sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih".( QS 9 : 108)

Masjid itu didirikan didalam taqwa, dan taqwa itu di Hati.
Perkataan perawi hadits:وَيُشيرُ إِلَى صَدرِهِ ثَلاثَ مِرَاتٍ (dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam menunjuk ke arah dadanya sebanyak tiga kali) maksudnya beliau mengatakan takwa itu di sini, takwa itu di sini, takwa itu di sini sambil menunjuk ke dada

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله : …)) وفيه (( ورجل قلبه معلق بالمسجد إذا خرج منه حتى يعود إليه … ))
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi mereka pada hari tiada naungan selain naungan Allah yaitu: … -diantaranya-: “dan seorang yang Hatinya terikat dengan Masjid…”(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Hati adalah Masjid, Tempat Sujud, Tempat Mengingat Allah. Jadi Ber I'tikaf lah di dalam hati, jangan lah keluar dari hati, untuk Memikirkan jual beli, main-main, memikirkan Wanita, keluarga.

Allah l berfirman:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan Hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah lah Hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Tempat ber-Ibadah kepada Allah yg sesungguhnya bukanlah di sebuah bangunan fisik yg terbatas, karena Allah tidaklah ber-bentuk Fisik yg Terbatas. Jadi untuk berhubungan dengan Allah yang Tak Terbatas, kita harus mengunakan tempat Yang Tak Terbatas pula, tempat itu adalah Hati, dan Pintu-Pintu Hati adalah Panca Inderawi kita. Maka Maka Masuklah Menuju Masjid (tempat Sujud) Hati dengan cara Menutup Panca inderawi kita, masuklah ke dalam Hati lalu ber-Iktikaf-lah, Raihlah Cahaya Lailatul Qodar, Cahaya Seribu Bulan, Cahaya diatas Cahaya.

Al-Qadr ayat 1-5, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit Cahaya fajar. ”

No comments:

Post a Comment