Sunday 12 April 2015

PENTINGNYA MENGENDALIKAN PANCA INDERA

Bila Panca indera kontak dengan objeknya, mereka akan mengukur sifat-sifat yang berbeda. Misalnya, indera peraba mengukur sifat panas dan dingin, sebagai akibatnya, engkau mengalami rasa senang atau sedih. Hanya dengan memiliki alat indera itu engkau tidak merasa senang atau sedih. Bila alat indera itu kontak dengan objeknya, barulah engkau akan mengalami kegembiraan atau kesedihan. Sekarang engkau berada di sini, ini berarti telingamu pun ada di sini. Andaikata ada sesuatu yang terjadi di kampungmu, entah baik entah buruk, engkau tidak akan merasa bahagia atau pun sedih, senang atau susah, selama telingamu tidak mendengar berita itu. Kemudian engkau menerima telepon dan engkau tahu apa yang terjadi di kampung. Jika berita itu baik, engkau merasa gembira, jika beritanya buruk engkau merasa sedih. hanya bila indera bersentuhan dengan objeknya engkau akan merasa gembira atau sedih.

Ada banyak sekali objek indera di dunia, tetapi engkau harus menjaga agar alat inderamu tidak berhubungan dengan terlalu banyak objek. Objek-objek itu tidak kekal. Kalau terjerat ke dalam hal-hal yang kecil atau remeh, seluruh hidupmu akan tidak berarti dan tidak suci. Engkau dapat melihat contoh ini pada beberapa binatang atau serangga yang menjadi korban akibat salah satu atau dua alat inderanya. Misalnya, jika seekor rusa mendengar musik yang merdu, ia lalu sangat tertarik dan dapat dengan mudah ditangkap.

Karena itu, rusa terikat oleh suara. Gajah yang besar dapat dijinakkan melalui indera atau alat peraba, karena itu ia terbelenggu akibat sentuhan. Dengan cara ini banyak binatang dapat diikat dan dikuasai melalui alat indera yang berbeda-beda. Umpamanya jika kelekatu melihat cahaya, ia tertarik pada cahaya itu lalu terikat dan binasa karenanya. Begitu pula ikan makan umpan lalu tertangkap karena terikat pada rasa. Dan lebah memasuki kembang karena tertarik oleh baunya, lalu terperangkap pada malam hari ketika daun-daun bunga itu menutup. Masing-masing binatang tadi terikat oleh kelima inderanya, karena itu ia lebih rendah daripada semua binatang ini.

Pada suatu hari  seorang Sufi pergi ke tepi pantai; ia menikmati ombak dan berbagai hal yang menarik di laut. Sementara ia melepaskan pandangannya, ombak pun datang dan membawa serta kotoran ke tepi. Ia melihat pada saat kotoran jatuh ke laut, ombak datang dan mendorong serta membuangnya ke pantai. Sufi berpikir, "Mengapa laut yang begitu dalam dan luas perlu menghempaskan kotoran yang begitu kecil ke tepi? Tidak dapatkah laut itu menelannya?" Lalu ia bertafakur. Dalam Tafakur itu ia mengerti bahwa jika laut membiarkan setiap kotoran yang jatuh tinggal dalam air, maka kotoran ini lama kelamaan akan menumpuk dan pada suatu ketika akan menutup seluruh lautan dan mencemarinya. Ia menyimpulkan bahwa sejak semula lautan pasti telah bertekad tidak akan membiarkan kotoran, debu, atau sampah apa pun juga masuk ke dalamnya, dengan demikian laut tetap bersih dan suci.

Segala kekalutan pikiran disebabkan pengaruh dari luar tubuh kita yang terbawa masuk melalui panca- indra. Misalnya mata melihat rumah mewah atau mobil mewah mendatangkan keinginan untuk memilikinya. Hidung mencium wangi masakan mendatangkan rasa lapar dan ingin menyantap masakan tersebut.

Begitulah panca-indra dapat terpengaruh oleh keadaan, sehingga nafsu keinginan berkobar laksana bara api yang membakar sekujur tubuh, akibatnya akan menjerumuskannya ke dalam jurang kekalutan dan kebodohan batin. Adalah suatu kenyataan, bahwa panca-indra dapat membangkitkan berbagai macam perasaan seperti marah, sedih, senang, takut, susah, benci, dsb.

Pentingnya mengendalikan panca-indra dengan tujuan untuk melatih perbuatan, pikiran, dan perasaan kita, agar dapat dikuasai sehingga kita dapat menjadi `tuan bagi diri sendiri'. hal-hal duniawi dapat menyebabkan kita menjadi penuh amarah (mata buta), menjadikan kita penuh kebodohan batin (tuli), dan menjadikan kita penuh nafsu keinginan (kehilangan rasa sejati). "

Panca warna dapat membuat mata menjadi buta, panca suara dapat membuat telinga menjadi tuli, panca rasa dapat membuat lidah kehilangan rasa sejati."

No comments:

Post a Comment