Friday, 10 April 2015

SUCI SEPERTI BAYI BARU LAHIR

Rasulullah saw. bersabda : " Seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau majusi ".

Jika kita cermati seorang bayi yang dikatakan dalam keadaan suci, maka yang jelas kesucian anak bayi itu bukan karena dia telah berwudlu’, tetapi kesucian jiwanya yang tidak terkontaminasi oleh sifat-sifat sombong dan bangga diri serta menyekutukan Allah (syrik).

Apa yang membedakan kondisi jiwa anak bayi yang suci itu dengan kita yang banyak dosa?
Perbedaan yang paling menonjol adalah :
1. Anak bayi yang baru lahir belum mempunyai penglihatan, pendengaran atau belum berfungsinya seluruh panca indera dan akal pikirannya.

Tetapi walaupun demikian, bukan berarti dia tidak mempunyai pengetahuan apapun.
Hanya saja dia tidak mengetahui apapun selain pengetahuannya terhadap Tuhannya, yaitu sejak Allah mengambil kesaksiannya sebelum dimasukkan kedalam kandungan ibunya,
"….dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi"….S. Al A’raaf 172.

Inilah pengetahuan sekaligus kesaksian awal dan hanya satu-satunya (tauhid) dari seorang manusia, sehingga dia disebut suci.
Hanya saja tidak ada seorangpun yang mengingatnya.
Karena itu Allah mengingatkannya melalui kitab suci Al Qur’an.
Nah jika menjelang awal penciptaannya sebagai manusia (didalam kandungan) sampai dengan difungsikan panca inderanya, tidak ada sesuatupun yang diketahui seorang bayi melainkan ‘kesaksiannya’ terhadap Kebesaran Tuhannya, maka sebaliknya, semua wujud ciptaan bisa diketahui dan ‘disaksikan’ manusia dewasa kecuali Wujud Nya Sang Pencipta.
Disinilah manusia tidak mampu mengetahui apalagi meyakini dengan total terhadap sesuatu yang bersifat Batin, alam pengetahuannya hanya tertuju kepada segala sesuatu yang bersifat dzohir (tampak).

Suatu saat Nabi saw. didatangi seorang laki-laki yang matanya buta sejak lahir, " Ya Rasul, mohonkanlah kepada Allah agar saya bisa melihat keindahan dunia ini walau sebentar saja ".
Nabi saw. bersabda : " Jangan, kamu lebih baik dalam keadaan seperti itu ".
Namun orang buta itu tetap meminta dan Nabi saw. selalu menolaknya, sampai kejadian itu berlangsung tiga kali.
Karena terus didesak, sampai akhirnya Rasulullah saw. memenuhi permintaannya dan berdo’a kepada Allah.
Tapi apa yang terjadi ?, ketika mata orang itu bisa melihat alam dunia, sesaat kemudian dia menangis tersedu-sedu karena sangat menyesal.
Lalu meminta ampun dan meminta kepada Nabi agar Allah mengembalikan dia dalam keadaan buta seperti sedia kala.
Ada hikmah yang sangat besar dibalik kejadian ini, yaitu : kesempurnaan manusia itu tidak terletak pada matanya yang bisa melihat, tidak terletak pada panca indera yang berfungsi normal atau otaknya yang bisa berpikir, tetapi sejauh mana ‘mata’ dan ‘telinga hatinya’ mampu melihat dan mendengar mana (Wujud) yang hak dan mana yang batil.

Jika seorang bayi itu dikatakan buta, tuli, bisu dan bodoh, tetapi mengapa Rasulullah saw. menyebut dia adalah manusia yang suci ?
Jika orang mengatakan surga itu tempatnya orang yang beramal saleh, tapi mengapa bayi yang mati dan tidak pernah beramal saleh itu dijamin masuk surga, bahkan tanpa dihisab ?
Memang seorang bayi itu bodoh karena tidak mempunyai akal pikiran, tapi pada hakikatnya dialah orang yang berakal sempurna karena hanya mengetahui dan menyaksikan Allah.

Bandingkan dengan diri kita yang dikatakan berakal cerdas karena mengetahui banyak tentang dunia dan segala isinya, tapi pada hakikatnya kita ini orang-orang yang bodoh karena tidak mengetahui Wujud Nya Allah melalui ayat-ayat Nya.
" Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka " S. Ali ‘Imraan 190-191.

Orang berakal adalah orang yang hatinya selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun juga, sedangkan mata dan akal pikirannya terfokus kepada Maha Besar Nya Allah dalam menciptakan langit dan bumi, siang dan malam, laki-laki dan perempuan, malaikat dan setan, baik dan buruk, surga dan neraka dsb.

Artinya, mata lahir dan akal pikirannya memang mengetahui semua yang tampak ada, tetapi hatinya meyakini dengan kuat bahwa ada ‘ Tangan ‘ Tuhan yang menciptakannya.
Keyakinan hatinya sangat kuat bahwa pada hakikatnya, segala sesuatu yang terjadi bukan berasal dari sebab musabab, tetapi Kekuasaan Allah-lah yang membuat semuanya terjadi.

2. Anak bayi yang baru lahir tidak mempunyai keinginan apapun selain kebutuhannya terhadap makanan untuk jasad tubuhnya.
Walaupun dia lahir dalam keadaan telanjang bulat dan tidak membawa bekal serta kemampuan apapun, dia tidak merasa malu ataupun takut menjalani hidup, karena rasa bergantungnya yang total kepada Allah.
Sikap kepasrahan yang total inilah yang menjadikan Allah memberikan ketentraman kedalam hatinya dan memberikan apapun kebutuhan lahiriahnya melalui sifat kasih sayang yang ditanamkan kedalam hati ibunya.

Inilah bukti nyata bahwa Allah Maha Bertanggung jawab terhadap apapun yang diciptakan Nya.
Tidak ada satupun yang dilalaikan Nya, tidak ada sesuatupun yang ditelantarkan Nya, semuanya di Urus dan di Pelihara oleh Allah.
Kecuali manusia yang merasa mampu mengurus dirinya sendiri, kecuali orang-orang yang ragu atau bahkan tidak yakin terhadap Sifat Nya Allah yang Maha Memelihara semuanya.
Dan juga orang-orang yang tidak suka dibawah kepengurusan Allah, tapi lebih memilih cara hidupnya sendiri dengan memilih (menghendaki) kenikmatan-kenikmatan dunia.
Karena memilih dunia akan terasa lezat dan manis, sedangkan jika menuruti Kehendak Nya Allah yang menghendaki akhirat, terasa pahit dan amat menyiksa jasad tubuhnya.
"…..Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)….”
Ini adalah jenis manusia-manusia yang dibiarkan Allah (tidak mendapatkan petunjuk dihatinya) dan tidak memperoleh Pertolongan Allah baik didunia maupun diakhirat.

Oleh sebab itu, jika kita menghendaki kebahagiaan dan keselamatan dunia serta akhirat, tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada Allah.
Dengan kata lain, tidak ada jalan terbaik selain menyesuaikan kehendak kita dengan apa yang Dikehendaki Allah.
" Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal " S. Az Zumar 17-18.

Dunia dan apapun selain Allah adalah thagut (berhala-berhala) yang tidak layak dicintai, diikuti, diutamakan dan ditakuti (disembah).
Karena mereka akan merusak akal kita sehingga tidak bisa fokus kepada Allah, dan merusak hati kita sehingga menjadi orang yang suka iri, dengki, dendam dan bakhil, serta sibuk mengurusi diri sendiri tapi membiarkan saudaranya yang hidup dalam kesempitan.
Dengan kata lain, akan merusak hati sehingga gelap dan tidak mendapat Cahaya dari Allah.

Nah, bagaimana caranya kembali kepada Allah ?

Menahan dan Mengendalikan hawa nafsu yang bertentangan dengan Kehendak Allah.
Mengendalikan hawa nafsu dengan jalan melawan setiap hasrat yang akan menjauhkan dan melalaikan kita dari Allah.
Karena dengan tunduk dan tenggelamnya hawa nafsu, qolbu akan naik kepermukaan dan siap menerima hidayah-hidayah Allah yang akan membimbingnya menuju ketaatan kepada Allah tanpa ada rasa berat dan terpaksa (ikhlas).
Karena bagaimana mungkin hidayah dari Allah yang terus-menerus memancar itu akan bisa hinggap dihati kita jika qolbu kita tenggelam sedangkan yang muncul dan mendominasi wilayah didalam dada ini adalah hawa nafsu ?

Lalu dengan cara bagaimana Menahan dan mengendalikan Hawa nafsu?

Dengan cara kembali seperti Bayi, yang belum berfungsi Panca Inderawinya.

No comments:

Post a Comment