Hati dapat diperumpamakan sebagai sebuah Telaga dan Panca Indera sebagai Tujuh anak sungai yang terus-menerus melimpahkan air ke dalam telaga itu. Untuk menemukan kandungan murni yang sesungguhnya dari Hati maka keTujuh anak sungai itu harus dibendung, setidak-tidaknya untuk sementara waktu dan kotoran-kotoran yang telah dilimpahkan kedalam telaga itu harus dibuang. Dengan kata lain, jika kita ingin mencapai Kebenaran Spiritual yang murni, Nur Ma'rifat yang Sejati, maka untuk sementara waktu kita harus menyampingkan Pengetahuan yang telah kita peroleh dengan proses eksternal (seperti baca buku-buku, perkataan guru-guru) yang sering menjadi Prasangka yang dogmatis.
Jalaluddin Rumi berkata;
Bila makrifat kepada Dzat ingin kau dapat, Lepas aksara, galilah makna. Bila kau bijak, ambilah mutiara dari cangkangnya… jangan terpaku pada kulit… Katupkan bibirmu, pejamkan matamu, sumbat telingamu dan… tertawakan aku manakala engkau tidak melihat rahasia Al Haq …
Tutup semua kitab, buka mata hati… Hening, masuk dalam keheningan rasakan keberadaan-Nya dengan Cahaya Nurani yang bening, dalam hening dengarkan Shabda-Nya, dengarkan Firman-Nya dengan telinga bathin …
Rumi mengisyaratkan agar kita tidak terpaku pada aksara. Kitab ibarat Perahu yang membawa kita ke tengah Samudera Ahadiyah, Samudera Ketuhanan, bila kita ingin mendapatkan mutiaranya maka mau tidak mau kita harus menyelam, menyelam ke dalam qolbu … mencari Dia Yang Sejati, mencari dan mengenal Rumah Tuhan yang sejati. Sabda Rosulullah : Barang siapa mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhan-nya. Dia berada dalam hati orang yang beriman.
Like it
ReplyDelete