Thursday 4 June 2015

KENABIAN TELAH TERTUTUP, TAPI TUGAS KERASULAN AKAN ADA SAMPAI AKHIR ZAMAN

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh percaya kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. 3:81.

Dalam ayat 3:81 Allah menggambarkan secara tepat tugas Nabi dan tugas Rasul. Kedua definisi muncul di tengah-tengah ayat yang sangat penting yang berhubungan dengan janji Rasul:

Ayat 3:81, adalah di antara banyak ayat lain yang memberikan definisi tentang “Nabi” dan “Rasul”. Jadi, “Nabi” adalah utusan Allah yang diberikan sebuah kitab baru, sedangkan “Rasul” adalah utusan yang ditugaskan oleh Allah untuk mengkonfirmasi dan Membenarkan Kitab yang ada; ia tidak membawa kitab baru. Menurut Al-Quran, setiap “Nabi” adalah “Rosul,” tapi tidak setiap “Rosul” adalah “Nabi.” Tentu tidak logis dan aneh bila Allah memberikan kitab suci kepada Nabi, kemudian meminta dia untuk menyimpannya secara eksklusif untuk dirinya, seperti yang dinyatakan oleh beberapa “ulama” Islam (2:42, 146, 159).

Definisi Al-Quran tentang Nabi, dan bagaimana semua Nabi diberi Kitab Suci untuk disampaikan, juga ditegaskan pada ayat berikut:
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Al-Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. ….”. 2:213

Mereka yang tidak cukup akrab dengan Al-Quran cenderung berpikir bahwa Harun adalah “Nabi” sebagaimana dinyatakan pada ayat 19:53, yang tidak menerima Kitab suci. Klaim ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang tidak percaya pada ayat Al-Quran, karena Allah menyampaikan padaayat 2:213 bahwa semua Nabi dikirimi Kitab Suci. Selain itu, Al-Quran secara jelas menyatakan bahwa Taurat diberikan khusus “untuk Musa dan Harun” (21:48, 37:117).
Dengan kata lain semua Nabi adalah Rasul, tetapi tidak semua Rasul adalah Nabi.


Kenabian dan kitab suci:
Setiap kali Allah menyebutkan Kenabian dalam Al-Quran, Dia menyebutkan kitab suci. Berikut ini adalah beberapa contoh:
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, Al-hikmah dan Kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. ” 3:79

“Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka Al-kitab, Al-hikmah dan Kenabian. Jika orang-orang itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.” 6:89

“Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Yaqub, dan Kami jadikan Kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang shaleh”. 29:27

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israel Al-Kitab, Al-hukma dan Kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya)”. 45:16

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami jadikan kepada keturunan keduanya Kenabian dan Al-Kitab, maka di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik. 57:26


Rasul yang Nabi dan bukan Nabi yang Rasul:
Contoh pertama untuk Nabi utusan berasal dari 7:157, dan 7:158 di mana Allah menggambarkan Nabi Muhammad sebagai, “Rasul yang Nabi” (arrosuulannabiyya) dan bukan sebagai “Nabi yang Rasul,” dan hal ini bukanlah suatu kebetulan, [Allah tidak melakukan kebetulan]. Alasannya adalah bahwa tidak setiap Rasul adalah Nabi dan oleh karena itu kata ‘Nabi’ digunakan di sini untuk lebih menentukan dan memperjelas deskripsi dari Rosul.

“Mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (Muhammad), yang mereka temukan tertulis dalam Taurat dan Injil mereka…” 7:157

“………. Karena itu kamu harus percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi, yang percaya pada Allah dan firman-Nya. Ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. ” 7:158

Musa, seorang Rosul yang Nabi:
Pada ayat 19:51, Musa digambarkan oleh Allah sebagai seorang Rosul yang Nabi (Rosulan Nabiyyan), dan bukan sebagai Nabi yang Rosul (Nabiyyan Rosulan).

Ismail, seorang Rosul yang Nabi:
Pada ayat 19:54, Ismail digambarkan dengan kata yang sama, “Rosulan Nabiyyan”.
Alasannya adalah bahwa, tidak setiap Rosul adalah Nabi, tetapi setiap Nabi adalah Rosul, jadi Allah mendefinisikan kata Rosul dengan menambahkan padanya “Nabiyya”. Dengan kata lain, Ismail adalah seorang Rosul dan juga Nabi. Allah tidak membuat kesalahan dan Dia tidak menempatkan firman-Nya dalam urutan sembarangan, itu dimaksudkan untuk berada di urutan ini.
Contoh lain ditemukan dalam Al-Quran untuk menjelaskan deskripsi ini:

Manusia yang rosul:
“Bukankah aku hanya seorang manusia yang rosul (Basharan Rosuulan)” 17:93
Perhatikan, “seorang manusia yang Rosul” dan bukan “Rosul yang manusia”.
Alasannya adalah bahwa tidak setiap Bashar (manusia) adalah Rosul (utusan) sementara setiap Rosul (messenger) di antara kita adalah Bashar (manusia).
Ayat 17:94, menggunakan kata yang sama lagi, manusia yang Rosul (Basharan Rosuulan), bukan (Rosulan Bashara)

Malaikat yang rosul:
“…… Kita akan mengirim kepada mereka dari langit seorang malaikat yang rosul (Malakan Rosuulan)” 17:95
Perhatikan, “seorang malaikat yang rosul” dan bukan “seorang rosul yang malaikat (Rosulan Malaka)”. Alasannya sekali lagi adalah bahwa tidak setiap malaikat itu rosul.

Siddiq yang Nabi:
Pada ayat 19:41, Allah menggambarkan Ibrahim sebagai “Siddiiqqan Nabiyyan (Siddiq yang Nabi)” dan bukan sebagai Nabyyan Siddiqqan, (Nabi yang siddiq). Alasannya adalah bahwa tidak setiap Siddiq adalah Nabi, sedangkan setiap Nabi adalah Siddiq.

Jika Allah akan mengatakan, Ibrahim adalah seorang Nabbyan Siddiqua (Nabi yang siddiq), ini menunjukkan bahwa tidak setiap Nabi itu siddiq sementara setiap siddiq adalah seorang Nabi.

Pada ayat 19:56, Allah menggambarkan Nabi Idris dengan cara yang sama, sebagai Siddiiqqan Nabyya (Siddiq yang Nabi).
Tidak ada di seluruh Al-Quran Allah menggunakan istilah-istilah ini dalam urutan sebaliknya.  Allah tidak pernah menggambarkan Nabi sebagai Nabi yang Rosul (Nabbyan Rosula), atau Nabi yang siddiq (Nabiyyan Siddiqua) dalam Al-Quran.

“Seorang Rosul atau seorang Nabi”:
Mungkin salah satu indikasi kuat dalam Al-Quran bahwa kata Nabi dan Rasul tidak memiliki arti yang sama, ditemukan dalam ayat berikut:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” 22:52

Jika kata Nabi dan Rasul memiliki arti yang sama, Allah tidak akan mengatakan “seorang Rosul atau seorang Nabi”, bukan? Jika kedua kata itu mempunyai arti yang persis sama, maka menyebutkan salah satu dari mereka mungkin sudah cukup.

Jadi Al-Quran adalah jelas bahwa setiap Nabi adalah Rosul tetapi tidak setiap Rosul adalah seorang Nabi, misalnya para rosul/ utusan ratu Balqis (27:35).

No comments:

Post a Comment